Bismillah

Bismillah

Selasa, 19 September 2023

Ketika Kesempurnaan Dipertanyakan, Sudahkah Kamu Melihat dari dalam Dirimu?

Halo teman-teman, terima kasih sudah mampir ke sini ya. Saya mau review naskah novel lagi, nih. Kali ini dari teman satu literasi di Parade Kupa5 LovRinz yakni buku Perfect Siblings. Check this out!

• Identitas Buku

Judul:Perfect Siblings (Everyone has own definition of perfect)

Penulis: Yunita Chearrish

Penerbit: LovRinz Publishing

Tahun Terbit: 2021

Tebal buku: 175 halaman

ISBN: 978-623-5598-01-7

• Sinopsis Ringkas

Untuk bagian sinopsis ringkas, saya tuliskan ulang blurb pada halaman belakangnya, ya.

“ ‘Perfect Siblings’ adalah julukan untuk Jessie Mayline dan Judy Meline yang sempurna dengan caranya masing-masing.Jessie selalu menarik perhatian karena penampilan luarnya dan sifat anggunnya, sedangkan Judy memiliki otak jenius hingga bisa mengikuti program akselerasi.

Lantas, bagaimana jika mereka dipertemukan dengan pribadi yang berbanding terbalik dengan pesona keduanya?

Adapun Tomari Shinou dengan prestasi terendah, juga Genta Harvey si gemuk yang sering dibuli. Siapa sangka masing-masing sudah merapal nama untuk diabadikan dalam hati.

Kalimat ‘everyone has own definition of perfect’ sungguh mewakilkan para tokoh di dalamnya.”

Berdasarkan dari blurb-nya, sudah terbayang ya, jalannya cerita akan menyoroti 4 tokoh utamanya. Semuanya punya keunikan dan ciri khas masing-masing yang dideskripsikan dengan baik oleh penulis.

• Opening Cerita

Opening cerita dibuat dengan menggunakan tanda tanya, serta menggunakan POV 2 dalam narasinya:“Jika mendengar tentang murid pindahan, apa tanggapanmu?”

Menurut saya, pembuka kalimat novel dengan gaya seperti itu kurang efektif digunakan. Memang, saya paham bahwa tujuan penulis menggunakan kata “kamu” yakni memancing pembaca untuk ikut terlibat di dalam cerita, tapi di sisi lain, justru menjadi sebuah ambiguitas dalam POV, apalagi, subjek “kamu” aka pembaca, tidak lagi digunakan pada kelanjutan ceritanya.

Then, pada bab 1 perkenalan tokoh juga cukup baik, tidak dump info, karena penjelasan tentang karakter tokoh cukup mengalir pada gerakan tokoh, gestur, dan cara para tokohnya berinteraksi.

• Ide dan Tema Novel

Ide dan tema cerita yang diambil masih sangat umum. Keumuman ini justru menjadi satu hal yang realistis karena para pembaca bisa merasakan relate pada ceritanya. Tentang anggapan cantik dan ganteng secara global, tentang definisi sempurna pada diri seseorang, dan tentang cinta yang tulus.

Dengan ide yang sangat dekat dengan pembaca, tentu naskah ini lebih mudah untuk diterima semua kalangan, termasuk anak-anak. Saya boleh katakan, bahwa novel ini bisa dibaca mulai usia 10+. Tidak ada bahasa yang terlalu mendayu-dayu, sehingga akan lebih mudah dipahami. Tidak ada adegan yang vulgar, sehingga aman untuk dibaca semua pihak.

• Catatan untuk Penulis

Secara teknis, saya merasa bahwa penulis sudah memiliki jam terbang yang cukup baik dalam menulis. Namun, tentu saja ada beberapa kekurangan yang saya temukan di dalam naskah ini, sesuai dengan pengalaman dan pemahaman saya selama ini. Apa aja ya?

Pada halaman 11 : Bel istirahat yang selalu dinanti akhirnya tiba.

Kalimat tersebut menurut saya kurang lengkap secara tatanan S-P-O-K karena tidak ada subjek di dalamnya. Padahal, kalimat itu adalah pembuka paragraf. Maka, ada baiknya kalau Subjek tertulis dengan jelas, meski pada kalimat selanjutnya dijabarkan bahwa “para murid” yang menantikan bel tersebut.

Jika tak ada penjelasannya, maka kalimat tersebut menjadi kurang berterima karena menimbulkan pertanyaan : siapa yang menunggu bel istirahat? Apakah semua warga sekolah menanti jam istirahat? Siswa saja yang menanti bel istirahat, atau para guru juga menantinya?

Pada halaman 11 juga terdapat kalimat yang ambigu secara penyampaian: Bukannya sombong, hanya saja tidak ada yang bisa beradaptasi dengan kebiasaannya mengingat hampir mustahil menemukan teman yang bisa melewatkan jam istirahat tanpa makan sesuatu.

Penerimaan saya saat pertama kali membaca kalimat tersebut: si tokoh punya keterampilan mengingat yang baik.

Setelah saya baca ulang, kalimat tersebut terasa punya makna lain jika ditambah tanda koma sebagai jeda : Bukannya sombong, hanya saja tidak ada yang bisa beradaptasi dengan kebiasaannya(,) mengingat hampir mustahil menemukan teman yang bisa melewatkan jam istirahat  tanpa makan sesuatu.

Maknanya, orang-orang tidak bisa berteman dengan tokoh karena dia jarang ke kantin, padahal waktu istirahat adalah waktu yang sayang untuk dilewatkan dalam mengisi perut.

Belakangan, saya paham bahwa maksud kalimat tersebut adalah tentang kemampuan mengingat tokoh Judy yang lebih baik dibanding kakaknya.

Saran perbaikan agar tidak ambigu: Bukannya sombong, hanya saja tidak ada (seorang pun) yang bisa beradaptasi dengan kebiasaannya (dalam) mengingat(sesuatu/ hal random) (secara tiba-tiba), (sehingga) hampir mustahil menemukan teman yang bisa melewatkan jam istirahat tanpa makan sesuatu.

Saya melihat masih ada beberapa kata tidak baku seperti “mempesona”>> memesona, “nampak”>> tampak, dan “frustasi”>> frustrasi.

Selanjutnya, masih banyak terdapat kata-kata yang terlampau panjang, tidak diiringi konjungsi yang tepat, sehingga saya pribadi merasa ‘ngos-ngosan’ saat membacanya.  Jika dimaksudkan untuk mempercepat tempo cerita, tentu akan sangat dimaklumi, tapi saya rasa bahwa kalimat panjang dalam naskah ini masih bisa dijadikan satu paragraf utuh, dengan memotongnya dalam beberapa kalimat.

Saya ambilkan tiga contoh kalimatnya, nih.

Halaman 30.

‘Satu per satu mulai maju ke depan untuk menulis nama sendiri di bawah nama ketua kelompok sesuai urutan bangku selagi Jessie dihantui perasaan bimbang karena bingung harus memilih siapa.’

Ada 3 kalimat bertingkat di sana, sehingga membuat kalimat ini terasa begitu panjang dan tidak berjeda.

Saran perbaikan: Satu per satu penghuni kelas mulai maju untuk menulis nama masing-masing di bawah nama ketua kelompok sesuai urutan bangku. Sementara itu, Jessie yang duduk di bangku tengah merasa dihantui perasaan bimbang karena bingung memilih ketua kelompok yang akan belajar bersamanya.

Halaman88.

‘Tomari segera menarik Genta ke sisinya sementara Judy merebut buku catatan yang dipegang Billy dengan tenaga yang tidak perlu, sehingga untuk sesaat cowok itu sempat terhuyung.’

KembaIi, ada 3 kalimat bertingkat di sana yang bisa dipecah menjadi beberapa kalimat pendek yang lebih “penuh”.

Saran perbaikan: Tomari segera menarik Genta ke sisinya, sementara Judy merebut buku catatan yang dipegang Billy dengan cepat dan tanpa aba-aba. Tindakan gadis itu jelas membuat Billy kaget, sehingga untuk sesaat, cowok itu sempat terhuyung.

Halaman 103.

“Dikarenakan Genta sudah berada di tahun terakhir di sekolah, keaktifannya sebagai anggota OSIS telah berkurang dibanding sebelumnya, terkecuali Rinto meminta bantuannya secara khusus, seperti hari ini, yaitu demi kepentingan acara pentas seni atau yang disingkat pensi.”

Saran perbaikan: “Genta yang telah memasuki tahun terakhir di sekolah, tentu saja harus mengurangi keaktifannya sebagai anggota OSIS. Ia akan turut membantu bila Rinto memintanya secara khusus seperti hari ini, demi lancarnya acara pentas seni atau pensi.”

Hal yang saya pahami, untuk paragraf awal dalam cerita,usahakan menggunakan kata kerja aktif pada kalimat pertamanya, bukan kata kerja pasif, meski secara teknikal tidak salah. Baru nanti kalimat ke dua dan seterusnya, gaya bercerita bisa disesuaikan.

• Pesan dan Value yang Menarik dari PerfectSiblings

Terlepas dari semua catatan untuk penulis yang telah saya bahas sebelumnya, novel PerfectSiblings termasuk salah satu buku yang bisa kamu koleksi di rumah. Ada banyak hal positif yang bisa diambil pembaca ketika dihadapkan dengan realitas tentang kesempurnaan dalam diri seseorang.

Selain itu, banyak pesan tersurat dan tersirat dalam novel satu ini. Saya kutipkan beberapa poin, ya.

Halaman 74.

“Nggak ada yang sempurna di dunia ini termasuk kepintaran karena sifatnya berkesinambungan. Artinya harus diasah sesuai perkembangan zaman.”

Halaman 94, terdapat kalimat bijak Rinto yang seolah-olah menyemangati anaknya, padahal sebenarnya hanya ocehan bercanda. Meski begitu, pesannya sampai dengan baik.

“Masa depanmu masih jauh, Nak. Bapak akan selalu mendukungmu. Yang penting jangan terlalu paksakan diri, ya. Karena yang namanya kemampuan itu ada batasnya. Kamu tidak bisa memaksakan sesuatu yang tidak bisa kamu capai. Ingat itu, Nak.”

Halaman 105.

‘Keberanian akan tumbuh seiring bertambahnya rasa percaya diri.’

Halaman 134.Tomari membalikkan kata-kata Judy yang diucapkannya sendiri.

“Tiap orang pasti punya rahasia yang nggak berani diceritakan ke orang lain. Asalkan tidak merugikan dan mengganggu orang lain, menurut gue semua orang berhakpunya rahasia.”

Untuk pesan tersiratnya, saya bisa menangkap seperti ini dalam sepanjang cerita.

1.    Berusahalah jujur pada perasaanmu sendiri. Senang, sedih, dan rentetanemosi yang terjadi pada manusia itu harus diekspresikan. Jangan dipendam, nanti malah jadi penyakit.Hehehe.

2.    Kesempurnaan itu milik semua orang. Cara melihatnya yakni dengan penerimaan diri, kepercayaan diri, dan keberanian.

3.    Kadang, perasaan khawatir dan gelisah bisa mendominasi seseorang dalam titik tertentu. Namun, sejatinya perasaan seperti itu akan lebih mudah dikendalikan dengan mengubah sudut pandang dan menempatkan mindset positif yang dilatih terus-menerus.

Penilaian Subjektif untuk Novel PerfectSiblings

Melihat dalam keseluruhan pembangunan plot, saya merasa bahwa penulis sudah cukup baik dalam showing dan telling dalam bercerita. Karena keseimbangan teknik itu, penulis mampu menggiring pembaca untuk bisa membayangkan visual nyata adegan per adegan yang dijelaskan. Hanya saja, terkadang proses telling yang disampaikan terlalu detail, sehingga terkesan terlalu dipaksakan.

Buat saya pribadi, saya menikmati cara penulis bercerita, karena pilihan diksi yang digunakan pun variatif, sehingga tidak monoton saat dibaca.Bahkan ada twist yang terjadi, tapi saya gagal mengenalinya pada awal cerita. Saya ini tipe pembaca yang biasanya akan mencari-cari peluang twist yang akan disajikan selama membaca. Namun, karena terlalu asik menikmati ceritanya, twist yang disajikan jadi terasa ‘boom’ padahal bukan sesuatu yang menghentak banget. Apa tuh? Baca sendiri, ya!

Celetukan dan permisalan yang ditulis dalam menghadapi semua situasi juga mengandung humor tipis-tipis, sehingga pembaca bisa tertawa karenanya. Saya merasakan itu dalam beberapa part cerita di dalamnya.

Saya suka pemilihan nama tokoh yang benar-benar dipikirkan penulis: Judy Meline, Jessy Mayline, Genta Harvey, TomariShinou, John Piter (guru), dan teman-teman pembuli Genta yang punya nama tak biasa, Billy Lauren Febrian, Jason Effendy, dan Alvino Surya Purnama. Nanti aku comot buat nama anakku selanjutnya, boleh, kali, ya? Hehehe.

Hal lain yang menarik, penulis menggunakan POV 3 terbatas, bukan POV 3 serba tahu. Penulis menyampaikan narasi-narasi terkait kemungkinan perasaan tokoh yang tidak diketahui narator sebagai pencerita. Hal ini membuat para pembaca jadi menebak-nebak reaksi tokoh selanjutnya.

Meski terkadang, pemilihan POV ini berdampak pada teknik penceritaannya, saya merasa bahwa penulis berusaha dengan baik untuk membuat pembaca bisa merasakan emosi-emosi tokoh di dalamnya. Penulis bisa menyajikan karakter yang berbeda pada tiap tokohnya, sehingga pembaca pun dapat mengidentifikasi tokoh berdasarkan caranya berpendapat, caranya menghadapi masalah, serta cara mereka bertanggung jawab dalam menyelesaikan masalah.

Ending yang disajikan masuk kategori close ending, sehingga pembaca pun merasa “selesai” ketika menutup novel ini pada halaman terakhir. Novel ini cocok buat healing akhir pekan sambil menikmati camilan dan teh hangat, sebelum memulai aktivitas kembali pada awal minggu.

Saya beri nilai 7,7/10 untuk novel Perfect Siblings.

Closing Statement from me

Menulis adalah cara bicara yang tidak langsung, tetapi punya dampak baik untuk para pembacanya. Hal ini juga jadi cara bagi penulis untuk mengeluarkan pendapat, keresahan, dan hal-hal yang menggaung dalam pikiran. Ada satu quote yang saya rasa bisa melengkapi novel ini karena cukup relate.

“Cinta tumbuh bukan karena menemukan orang yang sempurna, melainkan kemampuan menerima kelemahan-kelemahan orang itu secara sempurna.” (Kahlil Gibran)

The last but not least, meski bukan pemenang di Parade, tapi naskah Perfect Siblings menjadi pemenang di hati para fansnya. Terbukti dari sematan logo Best Seller di bukunya. Ini jadi sebuah poin plus tersendiri untuk Yunita Chearrish sebagai penulisnya yang tak lelah branding, sehingga buku ini punya penjualan di atas rata-rata.

Good job for your goodbook, Kak Yunita!!

#9ThLovRinzGrowthtobeGreat #menulisselagimuda #ChallengeFotoBukuLovRinz

 

 





Jumat, 08 September 2023

Realitas Pendidikan dari Sebuah Kisah di Madrasah Kamilah

Halo, teman-teman, udah lama banget aku gak nge-review buku, ya. Kali ini aku akan bikin ulasan bukunya Lif Kalami aka Eneng Susanti. Check this out ya!

• Identitas Buku

Judul : Benderang Kelam

Penulis: Lif Kalami

Tahun Terbit: 2022

Penerbit: LovRinz Publishing

ISBN : 978-623-5945-85-9

• Sinopsis Ringkas

Buku ini menceritakan tentang perjuangan seorang guru muda di tanah asing yang belum pernah dijamahnya. Drea Diantha harus memulai sebuah misi untuk mengetahui hal-hal yang tersembunyi di Madrasah Kamilah, tempat ia mengajar. Teka-teki yang berserakan harus bisa ia selesaikan serupa bermain puzzle agar ada kejelasan.

Beragam konflik membuat Drea dilema dan ingin menyerah, tapi Kartu As dari Kepala Madrasah Kamilah membuat gadis itu tetap bertahan dan berusaha mencari tahu kebenaran yang belum terungkap. Rupanya, ada benang merah yang terhubung antara keluarganya dan Madrasah Kamilah. Apa ya? Baca sendiri aja, deh!

• Opening Cerita

Pembuka kalimatnya menarik, dimulai dengan paragraf yang cukup nyaman dibaca. 

“Langit kelabu terlihat sendu di balik jendela kamar seorang guru. Rintik hujan membuat kacanya buram. Pandangan dia mengembun dibalut bimbang.”

Das-des! Kalau nggak baca blurb, pembaca akan langsung tahu bahwa ini adalah kisah seorang guru, ditambah jika mengamati cover-nya yang merupakan gambar seorang perempuan berhijab dengan seragam motif khas seorang pengajar. 

Satu paragraf pembukanya sudah cukup untuk membuat saya membaca paragraf selanjutnya.

Cerita dimulai dari teka-teki penemuan jasad seorang guru senior di lokasi tempat sang tokoh utama mengabdi. Drea yang baru saja tiba di Madrasah Kamilah harus menghadapi permasalahan sejak kedatangan di kobong, Persada Hilir. Pada awal bab, penceritaan penokohannya sudah baik. Hanya saja, saya merasa bahwa segala informasi pembuka itu terlalu banyak di bab satu, sehingga terkesan dump info. 

Meski begitu, bagi saya itu bukan sebuah masalah yang berarti karena itu juga akan membantu pembaca untuk lebih mengenal karakter tokoh-tokoh di dalamnya dengan lebih baik, serta menelaah kisah dengan lebih mudah.

• Ide dan Tema Cerita

Menjadi seorang pengajar dengan fasilitas seadanya dan punya gaji yang pas-pasan adalah salah satu hal yang disorot dalam buku ini. Dapat saya katakana, Benderang Kelam merupakan naskah yang menyajikan sebuah cerita berbalut fakta tentang kehidupan guru yang tidak selalu menyenangkan, apalagi jika berkaitan dengan perkara finansial.

Agaknya, jika mau dibandingkan, pilihan untuk menjadi seorang guru jelas akan terasa gap-nya jika dibandingkan dengan pengusaha dari segi pendapatan harian atau bulanan. Meski demikian, penulis bisa menyampaikan ide ini dengan baik tanpa tendensi menyinggung pihak-pihak yang terkait.

• Catatan untuk Penulis

Tak ada gading yang tak retak, begitu pula dengan naskah Benderang Kelam. Saya menemukan beberapa hal yang mungkin bisa dijadikan catatan untuk penulis selanjutnya.

Pada halaman 4

“Namun, Drea yakin, semua orang yang mengenal Pak Hilman semasa hidupnya, pasti menyimpan simpati kepada wanita malang yang berubah pikiran setelah gagal menikahi kekasihnya itu.”

Menurut saya, penggunaan kata “berubah pikiran” pada paragraf tersebut kurang tepat, karena penggambaran kata itu bisa bermakna plin-plan dan tidak teguh berpendapat. Padahal, maksud dari uraian itu adalah “perempuan yang kehilangan akal” atau “kurang waras” jika ditilik dari beberapa lanjaran-lanjaran sebelumnya.

Masih ada penggunaan kata yang kurang tepat seperti penggunaan kata “mendengus” pada tokoh-tokohnya. Sependek pemahaman saya, kata “mendengus” ditujukan untuk binatang, sedangkan untuk manusia, penggunaan yang tepat adalah “mendengkus”. CMIIW.

Masih juga terdapat beberapa penggunaan kata “namun” pada tengah kalimat. Padahal, kata ganti “tapi, tetapi” bisa digunakan. Kata “namun” ditujukan untuk pembuka kalimat, yang fungsinya bertentangan dengan kalimat sebelumnya.

Beberapa kesalahan typo juga ada, seperti kata “di dekati” di halaman 70 dan “di infus” pada halaman 155. Kata tersebut seharusnya disambung, bukan dipisah, karena merupakan kata kerja pasif.

Saya juga menemukan penulisan dialog tag yang masih menggunakan kapital. Penulisan dialog tag, seharusnya menggunakan huruf kecil saja. Kesalahan ini ada pada halaman 70.

Ada beberapa kata tak baku seperti “ijin”>> izin, dan “respon”>>respons. Meski begitu, kesalahan tipis-tipis ini masih bisa diperbaiki untuk naskah selanjutnya.

• Penilaian Pribadi untuk Benderang Kelam

Untuk sebuah karya perdana, penulisan Lif Kalami dalam naskah Benderang Kelam sudah rapi. Hanya kurang sempurna pada beberapa bagian yang telah saya ulas sebelumnya. Naskah ini juga mencakup semua unsur penceritaan dalam novel, sebagaimana yang saya pelajari dan saya terapkan pada novel-novel saya. Konfliknya dapat, klimaksnya ada, plot twist-nya oke. 

Hanya saja agak terasa berbelit-belit pada 10 bab pertama, tapi mulai terasa seru pada pertengahan cerita. Klaim sebagai naskah thriller romance dalam naskah ini, saya merasa kurang mewakili ceritanya. 

Ketegangan yang disajikan belum benar-benar dapat dinikmati sebagai novel thriller, apalagi romansa. Porsi romance dalam cerita ini hampir tak terlihat kecuali di akhir naskahnya. Meski begitu, cara penulis dalam membuat konflik, pertautan satu tokoh dan tokoh lainnya, karakter yang mewakili masing-masing tokoh, hingga konklusinya sudah cukup baik. 

Unsur teka-teki dalam cerita ini memang ada, tetapi bukan bagian yang mendominasi cerita secara menyeluruh. Sebenarnya, penulis sudah cukup baik dalam melakukan pacing cerita, sehingga pembaca tak melulu dibuat tegang atau geram dengan situasi-situasi yang tak menyamankan dalam cerita. Saya bahkan beberapa kali tertawa, amarga Lif Kalami bisa menyelipkan humor-humor ringan di dalamnya.

Penulis cukup mahir memainkan kata, sehingga pembaca juga dimanjakan dengan deretan kosakata yang “penuh” tapi nggak lebai. Pas. Gayanya ini hampir sama dengan tulisan-tulisan saya, setipe. Hehehe.

Eksekusi ending juga terlihat manis. Semua permasalahan dan dilema yang dihadirkan sepanjang cerita pun mendapatkan muaranya masing-masing. Ending yang selesai adalah ujung yang sangat logis untuk menutup cerita ini.

Saya memberi nilai 7,6 dari 10 untuk Benderang Kelam.

• Kutipan Menarik dari Benderang Kelam

Menulis adalah salah satu upaya untuk menyampaikan kritik secara tersirat dan tersurat. Hal itu juga saya dapati dalam buku satu ini. Ada beberapa kutipan percakapan yang menyentil, bahkan membuat saya mengangguk setuju, juga tertawa getir karenanya. Apa aja, sih?

Pada halaman 14-15:

Tidak mudah menembus institusi bernama sekolah. Beberapa kali Drea melamar ke sana kemari, hasilnya nihil. Nilai sempurna di ijazah seakan tidak berharga. Tenaga dalam Drea berupa niat dan semangat, rupanya dikalahkan oleh tenaga orang dalam.

Pada halaman 38:

“Bersikap baik, dibilang sok suci. Bersikap benar, dibilang sok pahlawan. Bersikap profesional, dibilang cari muka. Harusnya bagaimana?” Tidak disangka, pekerjaan yang dicita-citakannya ini menjerat Drea dalam pusara dilema.

Pada halaman 91:

“Pahlawan adalah orang yang beraksi membela kebenaran, bukan memakai pembenaran untuk melakukan kejahatan.”

Pada halaman 104, terdapat kontemplasi dari pandangan Drea sebagai seorang guru.

Mungkin mereka memang pahlawan tanpa tanda jasa. Namun, sepertinya mereka lebih butuh kesejahteraan dibandingkan sebuah gelar kehormatan yang tak lebih dari sebuah slogan. Mungkin mereka memang ikhlas beramal. Namun, ikhlas itu bukan berarti mereka pantas untuk tidak digaji berbulan-bulan.

Pada halaman 132:

“Cita-cita mulia pendidikan, mencetak generasi yang berakhlak mulia, dapatkah dimulai dari sebuah lembaga yang penuh dengan kecurangan? Mengapa di dunia yang seharusnya menyajikan Cahaya terang justru mendekam kelam yang benderang?”

Dari kutipan ini, saya jadi paham mengapa judul yang dipilih penulis adalah Benderang Kelam. Ada sebuah paradoks yang hendak di suarakan dari sana.

• Penutup Ulasan

Untuk menutup ulasan ini, saya jadi teringat lagu Hymne Guru yang kerap dinyanyikan di Hari Guru tiba.

Terpujilah wahai engkau ibu bapak guru

Namamu akan selalu hidup dalam sanubariku

Semua baktimu akan kuukir di dalam hatiku

S'bagai prasasti t'rima kasihku 'tuk pengabdianmu

Engkau sebagai pelita dalam kegelapan

Engkau laksana embun penyejuk dalam kehausan

Engkau patriot pahlawan bangsa

Pembangun insan cendekia

Naskah Benderang Kelam agaknya dapat dikatakan sebagai “curhat terselubung” yang berhasil dilakukan Lif Kalami. Maka, dari cerita ini, saya jadi lebih yakin bahwa menulis adalah sebuah obat bagi siapa saja. Tujuan penulis untuk melakukan hal-hal baik agar segala masalah di dunia pendidikan dapat lebih benderang seperti lagu Hymne Guru di atas, bagi saya sudah baik.

Gimana memulai untuk menulis? Tulislah sesuatu yang dekat denganmu. Tulislah hal-hal yang meresahkan hatimu. Tulislah semua elemen yang bisa membuat pembaca punya perspektif baru setelah membaca karyamu. Itulah yang penulis lakukan dalam naskah satu ini.

Good job, Lif Kalami! You did it!

#9ThLovRinzGrowthtobeGreat #menulisselagimuda #ChallengeFotoBukuLovRinz


Rabu, 14 September 2022

Menghadirkan Buku Cetak di Tengah Gempuran Literasi Digital: Seni dalam Mengembangkan Ilmu Pengetahuan dan Informasi Kekinian

Literasi digital menjadi salah satu kosa kata baru yang kini menjamah ke bagian informasi dan pengetahuan yang lebih kekinian. Literasi digital memungkinkan seseorang untuk bisa mendapatkan hal-hal up to date hanya dengan sekali klik jari. Adanya literasi digital juga menjadi perpanjangan tangan dari perkembangan dunia online yang kini menguasai sebagian besar lini kehidupan.

Menulis dan menghasilkan karya, kemudian menjadikannya sebagai salah satu bagian dari literasi digital juga bisa dilakukan. Kini, buku tak hanya berbentuk naskah cetak yang diterbitkan, melainkan juga dikembangkan sebagai salah satu bacaan yang ramah teknologi dengan bentuk e-book dan lainnya.

Perkembangan Literasi Digital

Berkembangnya ranah digitalisasi buku ini, tentu memberikan efek untuk perkembangan penerbitan yang mengeluarkan buku cetak. Meski masih ada beberapa orang yang lebih senang membaca buku fisik, tetapi keberadaan platform penulisan digital punya porsi yang lebih banyak menyita perhatian para pembaca. Terlebih lagi, penjualan untuk ebook punya harga yang lebih miring dibandingkan buku fisik.

Keunggulan Buku Cetak Dibandingkan Buku Digital

Meski demikian, buku cetak atau buku fisik masih memiliki keunggulan dibandingkan jenis buku digital. Berikut ulasan selengkapnya.

Aroma Khas Buku Baru

Nuansa “bau kertas” yang ada dalam sebuah buku baru menjadi salah satu hal yang dicari pembaca. Wangi buku menjadi salah satu hal yang bisa menaikkan mood untuk sebagian orang. Ada kepuasan tersendiri jika seseorang bisa menyelesaikan setengah dari halaman buku karena bisa dipantau secara kasat mata. Hal tersebut tak bisa dilihat jika membaca buku digital, bukan? Baca buku novel, sejarah, atau apapun, tentu akan baik untuk kinerja otak.

Buku Bisa Menjadi Barang Koleksi

Buku merupakan benda fisik yang bisa dijadikan koleksi bagi pemiliknya. Bagi pecinta membaca, buku serupa rumah yang akan jadi tempat pulang ketika lelah melanda. Tentu akan terasa bedanya ketika membaca buku digital dengan buku fisik. Ragam buku yang dimiliki juga bisa dijadikan tolok ukur pencapaian terkait materi dan ilmu pengetahuan baru yang sudah dibaca dan dipelajari. Dapat dikatakan bahwa buku adalah investasi ilmu leher ke atas yang sangat penting untuk manusia.

Ada Nilai Sejarah dalam Buku Fisik

Buku fisik yang dimiliki tentu memiliki kenangan dan nilai sejarah tersendiri bagi pemiliknya. Kamu bisa mengenang satu buku mulai dari kisahnya, cara mendapatkannya, jatuh bangun perjuangan membelinya, dan lainnya. Selain nilai sejarah dari konten buku, nilai kenangan dari upayamu untuk bisa memilikinya tentu akan jadi memori yang bisa diceritakan kapan saja bagi mereka yang bertanya.

Tak Butuh Baterai saat Membaca

Tak seperti buku digital yang hanya bisa dibaca melalui ponsel atau alat bantu lainnya, buku fisik jelas tak butuh baterai. Kamu bisa membolak-balik halaman sesuka hati, mengulang kembali materi bacaan yang diinginkan. Buku fisik tentu tak seribet buku digital karena kamu harus scroll di halaman tertentu.

Mudah dalam Memberikan Catatan

Buku fisik akan lebih mudah dipelajari dan kamu tak akan repot untuk memberikan catatan tertentu di sana. Bisa menggunakan stabilo atau sticky notes untuk menandai halaman tertentu. Dengan membaca buku cetak, kamu pun akan lebih mudah untuk bisa memahami kata per kata, kalimat per kalimat di dalamnya.

Biasanya untuk membaca buku digital kamu akan terhalang dengan mata yang lelah karena radiasi gadget yang ditimbulkan. Belum lagi baterai habis dan butuh dicas ulang. Maka, pilihan untuk membaca buku versi cetak masih kerap jadi pilihan para pembaca.

Buku Fisik: Seni Mengembangkan Ilmu Pengetahuan Kekinian

Bukankah kalimat di atas terasa lebih cocok jika digunakan sebagai tagline buku digital? Memang pada dasarnya perkembangan buku digital kini makin merebak di tengah pasar peminat gadget kekinian. Namun, keberadaan buku cetak sebagai sarana mengembangkan ilmu pengetahuan kekinian pun tak bisa ditampik.

Contoh kecil dalam pembelajaran bersama anak-anak usia dini, yang menggunakan buku fisik sebagai salah satu alat pembelajaran di sekolah. Dibandingkan buku digital, pemanfaatan buku fisik jelas lebih unggul. Anak-anak pun akan lebih fokus pada pembelajaran karena bantuan buku cetak di depan mata.

Berdasarkan keunggulan-keunggulan di atas, para penerbit seharusnya tak perlu insecure dengan bisnis yang dijalankan. Dari sekian banyak orang yang beralih ke literasi digital, pasti akan ada orang-orang yang tetap mencintai buku cetak atau buku fisik sebagai teman nge-teh di sore hari atau untuk mengisi waktu luang mereka.

Untuk memenuhi hal tersebut, maka penerbit buku memang wajib mengeluarkan inovasi agar para penulis bisa mempercayakan naskah mereka dengan tenang dan nyaman. Salah satu penerbit rekomendasi yang bisa kamu jadikan referensi adalah Penerbit LovRinz Publishing.

LovRinz Publishing, Penerbit yang Ramah Penulis

Tagline utama dari Penerbit LovRinz adalah terbit mudah, cepat, menyenangkan. Penerbit satu ini memang jadi rumah yang hangat untuk penulis pemula. Tak heran bila banyak penulis menjadikan LovRinz sebagai salah satu rumah ternyaman untuk menerbitkan buku-buku mereka. Penerbit satu ini juga memiliki percetakan yang punya kualitas kertas yang mumpuni dan cukup tebal.

Ada banyak keunggulan yang LovRinz tawarkan sebagai penerbit. Di antaranya beragam event menulis parade, event mingguan, hingga terbit gratis. Salah satu pengalamanku ikut jadi bagian keluarga besar LR adalah ketika ikut beberapa event di dalamnya. Empat buku dari tujuh karya soloku terbit di LovRinz, pun karena ikut event dan parade selama prosesnya.

Naskahku berjudul Cermin Lara merupakan hasil parade nulis novel selama 30 hari yang diadakan LovRinz sekitar bulan Agustus-September 2021 bertajuk KuPa5 (Aku Peserta Parade 5). Dinobatkan sebagai salah satu naskah terbaik dari sekitar 30 naskah yang bertahan sampai final, tentu menjadi kebanggaan tersendiri.

Naskah berjudul Aglet merupakan hasil parade Event Couple LovRinz yang bekerja sama dengan suami tercinta. Sedangkan untuk naskah berjudul The Chronos ikut dalam event Ramenuku (Rame-Rame Nulis Buku) Duet yang juga aku lakukan bersama suami. LovRinz membuka kesempatan untuk aku pribadi punya bonding yang lebih dekat dengan suami, meski kami sedang LDR.

Selanjutnya, naskah sekuel Cermin Lara hadir dengan tajuk Binar Luka Lara diikutsertakan dalam Baper5eru yang diadakan satu tahun setelah novel pertama terbitan LovRinz mengudara. Rangkaian kegiatan pun masih terus berlanjut, hingga event yang terbaru kemarin bertajuk Parade Cerpen Sastra. Di dalam kegiatan tersebut, LovRinz menghadirkan cerpenis dan sastrawan nasional yang memberikan ilmu dari pertemuan zoom, sekaligus bertugas sebagai juri event.

LovRinz totalitas dalam memberikan wadah untuk para penulis agar mendulang beragam informasi baru dan bisa jadi penerbit yang punya kualitas unggulan di kelasnya. Hal itu sejalan dengan visi owner-nya, Bunda Rina Rinz yang punya tujuan mulia dalam mengembangkan literasi di kancah yang lebih luas, yakni “Mewujudkan Keberlimpahan, Kebahagiaan, dan Kesuksesan Penulis Indonesia.”

Keren sekali, ‘kan, penerbit satu ini?

 

Banjarnegara, 14 September 2022

 

 


Sumber Referensi

https://binus.ac.id/knowledge/2019/12/apakah-buku-cetak-masih-diminati-buku-cetak-vs-buku-digital/

https://yoursay.suara.com/lifestyle/2021/12/28/121236/4-kelebihan-buku-fisik-daripada-e-book-kamu-pilih-mana

 

Sabtu, 19 Maret 2022

Mengulik Kisah Romansa-Religi Super Uwu melalui Novel Suara dari Langit Karya Halwa MJ.

Assalamualaikum teman-teman, alhamdulillah bisa kembali review salah satu karya religi-romance karya mbak Halwa MJ, salah satu kawan yang aku kenal dari parade Kupa5 LovRinz. Kali ini aku bakalan kasih review pada salah satu kisahnya yang berjudul Suara dari Langit yang diikutkan Parade Baper 5eru.

Yuk cekidooot 😍

Identitas Buku

Judul : Suara dari Langit

Penulis : Halwa MJ

Penerbit : LovRinz

Tebal : 188 halaman



Sinopsis Cerita

Untuk sinopsisnya aku petikkan dari premis dan blurb yang ada nih.

Permis : 

Suami istri yang menjalani pernikahan, tetapi sang istri masih mencintai mantan suaminya.

Blurb 

Hasna menjalani kehidupan rumah tangga yang baru, pasca lima bulan bercerai. Pernikahannya kali ini terasa hambar. Ia belum dapat mencintai Gus Dafi, sang suami. 

Di saat usaha pendekatan Gus Dafi untuk meraih cinta Hasna hampir berhasil, huru hara rumah tangga keduanya datang mengancam, setelah beberapa hari mantan suami perempuan tersebut kembali. Upaya sang gus selama ini pun terasa sia-sia.

Akankah pernikahan Hasna dan Gus Dafi dapat bertahan? 

"Saya yakin Gus Amin masih mencintai saya." (Hasna)

"Ternyata, melupakan kamu adalah dusta, Hasna." (Gus Dafi)

Nah, kira-kira udah kebayang ceritanya kayak gimana ya? Di sini terjadi banyak konflik yang meletup dari berbagai pihak. Aroma cinta segitiga juga terasa pas baru aja baca premis dan blurb-nya.

Tokoh-Tokoh yang Berpengaruh

Gus Amin :  tokoh utama yang mendominasi cerita pada bagian awal. Masalah yang ia sulut sendiri berbuntut menyakiti banyak pihak. Karakter yang terbaca dari setiap tindak tuturnya yakni Gus Amin ini merasa” gemede”. Ia merasa bisa poligami, padahal buat adil aja masih bingung sendiri. Bisa dianggap bahwa karakter Gus Amin ambil.bagian antagonis di cerita ini.

Hasna : tokoh utama yang jadi sumber cerita dan sumber konflik. Karena ada banyak peran keluarga Kiai Hasan untuk kehidupannya, Hasna jadi ketergantungan. Awalnya dilamar Gus Dafi, si anak tengah, tapi gadis ini udah justru kepincut Gus Amin, sang anak sulung. 

Selayaknya wanita pada umumnya yang akan mempertahankan pernikahannya ketika ada masalah, Hasna juga demikian. Ia bersikukuh nggak mau pisah ketika tau dirinya dimadu. Masih belajar move on, dia pun terpaksa menerima pinangan Gus Dafi demi menjaga dirinya dan keluarga yang membersamainya di pesantren. 

Gus Dafi : cowok ini tipikal penyabar. Dia pintar untuk menyembunyikan perasaan. Berjuang buat move on dari Hasna, tapi rupanya kelakuan masnya bikin dia naik darah dan ingin melindungi kakak ipar yang sempat jadi crush-nya di masa lalu.

Umi Aina : posisi ibu yang sebenar-benar ibu. Aku suka karakter beliau yang selalu bisa membela anak-anaknya yang bener dan menasihati anaknya yang salah. Pengen Hasna cerai dari Amin karena tau bahwa Hasna terluka karena diduakan.  Ibu angkat plus ibu mertua rasa ibu kandung. Joss.

Ada juga ayah mereka, Kyai Hasan : pemilik pesantren, tapi tidak terlalu menonjol ditampilkan dalam cerita. Beliau ini semacam pemilik “bell” dalam setiap kejadian. “Save by the bell” dalam permasalahan pelik anak-anaknya akan melibatkan sang ayah sebagai penengah. Hero yang sebenarnya kalau kataku mah.

Catatan untuk Penulis

Tak ada kesalahan berarti untuk penulisan. Hanya sedikit typo pada beberapa bagian. Tentu itu normal adanya. Apalagi untuk post di FB yang mungkin dikerjakan kejar tayang. Dan ini masih dapat dimaklumi. Aku rasa, Mbak Halwa nggak butuh editor juga untuk memperbaiki beberapa minus ini. Secara keseluruhan, oke.

Aku hanya agak terganggu dengan scene perpindahan waktu yang terjadi tiba-tiba. Kayak pas di awal Part 3, yang cerita tentang masa single Hasna, dan di Part 9 ketika menceritakan scene Hasna kehilangan orang tuanya. Sebaiknya, saran saya, tetap ada semacam petunjuk dan pengantar kalimat yang menggiring ke sana. 

Misalkan dengan tambahan “Hasna teringat ketika pertama kali ia kehilangan orang tuanya, waktu itu di rumah sakit, Hasna masih berusia X tahun. Ia belum mengerti banyak hal kecuali keluarga Gus Amin kala itu. Blaa...blaa.. “

Dengan kalimat seperti itu, pembaca digiring untuk paham bahwa scene yang diceritakan itu tentang masa lalu. Kalau aku, sih, paham. Tapi kayak tiba-tiba dan dadakan gitu. Gak nyambung sama cerita sebelumnya. 

Trus selama perjalanan cerita, relevansi judul dan kisahnya belum terlalu mengikat. Hanya disampirkan nasihat dari sang ayah bahwa ada “suara dari langit” yang menuntun Hasna untuk bertahan sampai saat ini. Alangkah lebih baik lagi, bila nasihat-nasihat ayah Hasna juga diselipkan dalam percakapan. Ada momen-momen ingat ayah, trus disampaikan nasihat lainnya. Jadi kekuatan judul Suara dari Langit juga akan lebih terasa.

Kesan pada Novel Suara dari Langit

Penulis terlihat luwes dalam menyampaikan hal-hal yang berkaitan dengan pondok pesantren dalam kisah ini. Tentu saja hal ini jadi berita yang bagus. Tiap bab seolah punya kekuatan alur yang cukup padat dan rapi.

Konflik yang ditawarkan sebenarnya klasik, tentang isu poligami di pesantren, cinta segitiga, dan proses move on sang wanita. Namun, penulis juga berani mengemas cerita ini dengan balutan pegangan ilmu agama, sehingga ceritanya akan terasa relate untuk siapa saja yang baca. Apalagi untuk para muslim, ya.

Beberapa selipan ilmu dari proses mengajar, cara menyampaikan pendapat, teknik parenting kedua orang tua Gus Amin dan Gus Dafi, jadi poin plus tersendiri. Kalau kamu juga baca, kamu pasti akan menemukan banyak sekali kata-kata bijak yang bertebaran.

Dari sisi romance, fluktuasi masalah juga cukup variatif. Gak hanya melulu menyoroti perasaan Hasna tapi juga perasaan Gus Dafi, bahkan Gus Amin yang sudah menikah lagi. Umi Aina juga banyak mengambil peran untuk hubungan anak-anaknya dan menantunya yang juga anak angkatnya.

Aku suka banget tiap karakternya punya kekuatan. Jadi, ceritanya nggak garing, bumbu komedi tipis-tipis bikin sumringah, plus ketika lihat tingkah uwu pasangan baru Gus Dafi dan Hasna yang baru bermekaran bunga cintanya. Ikut gemes liat ke-uwu-an yang terjadi.

Tarik ulur ceritanya cukup punya jarak yang oke untuk jadi satu kesatuan cerita novel yang utuh.

Penilaian Subjektif untuk Novel Suara dari Langit

Aku kasih nilai 7.9 dari 10 untuk Novel Suara dari Langit. Ceritanya gampang dicerna, nggak bikin pembaca terlalu mikir berat banget, tapi penulis juga mampu mengaduk emosi dari karakter tokoh yang ia ciptakan. 

Setelah aku baca 25 part dari kisah ini, aku jadi punya pandangan baru tentang sebuah cerita : Sebuah kisah yang menarik tak harus berasal dari sesuatu yang nggak kamu pahami. Mulailah tulis kisahmu sendiri, ajak orang lain untuk bersama-sama sepakat bahwa tulisan yang kamu buat mengandung manfaat.

Sampai akhir, ceritanya makin seru. Konflik makin naik, dan penulis berhasil menyajikan kisah yang oke untuk sebuah romance-religi.

Good job, mbak Halwa. Semoga nanti laris manis untuk novelnya yaaa..


Banjarnegara, 19 Maret 2022


Rabu, 05 Januari 2022

Belajar Sejarah melalui Novel History-Fantasi Mantra 99 Hari

Assalamualaikum, sahabat. Alhamdulillah kali ini aku mau bahas tenteng novel his-fan atau history fantasi yang punya latar era Jawa Kuna, karya salah satu kawan yakni Erlana Lan dan Nita Sutrisna. Jujur, sebelumnya aku belum pernah baca tema ini, jadi pengalaman membaca kisah yang dihadirkan kedua novelis femes di genre ini akan jadi sebuah catatan istimewa.

Yuk cuz, cekidooottt.

Deskripsi Buku

Judul : Mantra 99 Hari

Penerbit : LovRinz Publishing

Tahun Terbit : Januari 2022


Sinopsis Cerita

Kisahnya tentang pemuda keturunan bangsawan yang pergi dari lokasinya untuk mencari pengalaman baru, mengembangkan wilayah, tetapi malah nyasar ke kerajaan asing karena membaca mantra di sebuah batu saat ia istirahat dalam perjalanan.

Rupanya, lokasi tersebut adalah Nilamaya, salah satu kerajaan yang tertutup dari luar karena ada mantra gaib yang ‘menghilangkannya’ dari pandangan orang-orang luar. Di sinilah perjalanan Damar Saka dimulai. Dirinya harus membuat keturunan Putri Kirana Dewi jatuh cinta agar bisa keluar dari sana.

Di sisi lain, mantra itu dibuat untuk keturunan Pangeran Danindra agar membuat Putri Mayang Jingga bisa keluar dari kerajaan itu. Rupanya, mantra salah sasaran ini membuat dia dan sepupunya menjadi memanas. Ada bumbu cinta segitiga di dalamnya.

Tokoh yang Paling Berpengaruh

Ada beberapa tokoh yang tercatat dalam kisah Mantra 99 Hari.

Raden Damar Saka, sosok pemuda berdarah Majapahit yang berencana untuk berkelana demi meningkatkan kualitas hidup Desa Glagah Wangi. Karakternya cukup kuat, pintar, sempurna, sakti mandraguna. Tipe suami-able banget deh.

Ada Mayang Jingga, gadis keturunan yang diasingkan. Dipanggil Gusti Ayu karena dia tidak menjabat resmi. Dia menanti titisan kekasih hati yang akan membaca mantra 99 hari agar bisa keluar dari Nilamaya. Pribadinya ceria dan suka berpetualang, makanya dia benar-benar bosan terkurung dan tidak bisa berkelana. Cablak banget, agak ‘nakal’ dan terlihat kurang beradab untuk ukuran seorang keturunan bangsawan.

Ada Nawang Jingga, keturunan raja Demak saat itu Prabu Haryadewa. Satu-satunya keturunan yang hendak dijodohkan dengan Damar Saka. Anggun di depan, agak kasar di belakang, tetapi tak banyak orang yang memahami karakter ‘jahat’nya itu.

Tumidi dan Tukirin, pengawalnya Damar Saka saat hendak menjelajah. Duaduanya bikin bengek. Rusuh dan lucu. Humor di cerita ini keluar dari mulut mereka. Jadi pencair suasana ketika Damar Saka sedang sedingin es.

Ki Iprit. Di ini Om Jin yang jagain batu tulis yang akan dibaca calon titisan. Om Jin ini rada-rada pelupa. Maklum faktor U. Dia aja bingung mana keturunan aslinya, Nawang Sari atau Mayang Jingga. Dia keluar setelah batu tulis itu dibaca. Udah ratusan tahun sejak dibuat pertama kalinya. Tidurnya udah kelamaan, ya, Om Jin.

Aku pribadi minta maaf sama kedua penulis kalau review ini ada salah dalam penulisan, ya. Agak ngawang dan gak beneran yakin kalau ini bener, sih. Tapi semoga bener yaaa. 

Catatan untuk Penulis

Secara teknikal, kedua penulis sudah sangat rapi dalam mengeksekusi tulisan. Baik untuk dialog tag, teknik bercerita, dan lainnya. Hanya mungkin beberapa typo masih keliatan, itu pun sangat minor dan masih bisa dimaklumi. Aku aja kadang-kadang juga ada typo-nya sekalipun udah masuk editing ke tiga. Jadi, buatku pribadi, ini nasih sangat manusiawi dan bisa dimaklumi. Typo-nya juga bukan sesuatu yang fatal banget sampai mengubah arti, kok.

Satu lagi yang aku lihat, bahwa karakter Damar Saka ini terlalu sempurna. Padahal dia ini tokoh utama. Paling nggak, seharusnya ada satu titik kelemahan yang bisa membuat dia oleng dan diserang. Misal takut kecoak, takut ular, atau apalah yang memperlihatkan kelemahannya. Dalam beberapa part yang sudah sempat dibaca, karakter Damar Saka ini benar-benar Dipertuan Agung yang tidak memiliki cacat.

Padahal, untuk karakter Mayang Jingga dan Nawang Sari sudah memiliki kelemahannya masing-masing. Sehingga kepribadian mereka tampak manusiawi. Maka, sayang aja kalau tokoh utamanya benar-benar terlihat “sempurna”. Atau mungkin aku yang kurang cermat bacanya ya?

Kesan untuk Novelet Mantra 99 Hari

Salah satu kekuatan cerita, aku pribadi menilai dari openingnya. Untuk cerita novelet ini, openingnya bagus, menukik, dan langsung membuat pembaca penasaran. Dibuka dengan kalimat, “Bu, siapa itu tamu kita?” menjadi sebuah penanda untuk memantik keingintahuan pembaca pada sosok yang akan dikenalkan selanjutnya.

Penulis juga memberikan genre roman komedi pada naskah ini. Humor tipis-tipis dalam setiap part membuat cerita yang disuguhkan semakin terasa hidup. Ceritanya mengalir, kayak ditulis satu orang, padahal ini tulisan duet. Artinya Erlana Lan dan Nita Sutrisna sang penulis bisa mengawinkan ide, kemudian saling melengkapi untuk bisa menghasilkan cerita yang bagus dan berkesan.

Aku aja sampai heran, “Kok bisa sih, nulis beginian?”

Karena ini tema yang baru aku baca dari sekian novel lainnya, maka rasa kagum dan kaget itu kayak gak habis-habis. Keren dan ada kosakata-kosakata baru yang bisa dijadikan pembelajaran untuk aku yang masih belajar menulis juga.

Penilaian Subjektif untuk Mantra 99 Hari

Aku mau kasih nilai 8.5 dari 10 untuk Mantra 99 Hari. Kisahnya runut, logis, gak kelihatan ada cacat logika. Aku merasa terkesima dengan pilihan kata dan kalimat yang gak terlalu puitis, tapi bisa nyampe ke pembaca. Penulis terlihat menguasai genre ini dengan baik. Mungkin karena faktor dari kegemaran dua penulisnya yang sangat suka sejarah, terutama di Indonesia. 

Ada satu quote yang sangat bagus untuk menggambarkan Novelet Mantra 99 Hari sebagai sebuah karya yang harus kamu baca, “Menulis adalah mencipta. Dalam suatu penciptaan, seseorang mengarahkan tidak hanya semua pengetahuan, daya, dan kemampuannya saja, tetapi ia sertakan seluruh jiwa dan napas hidupnya”. – Stephen King

Terlihat bahwa setiap jengkal kata dan kalimatnya bernyawa. Seolah mengajak pembaca berkelana. Imajinasinya main, sekaligus nambah pengetahun pada hal-hal yang berkaitan dengan sejarah. Meski genre fantasi sejarah, tapi nama tokoh yang ada di dalamnya tu beneran. Dan yang paling penting, gak ada rekaan yang melunturkan nilai sejarah aslinya.

Good Job buat Erlana Lan dan Nita Sutrisna. Ini keren banget sih!



Kamis, 16 Desember 2021

Politik Underdogs, Mengupas Sisi Lain Intrik Kenegaraan Lewat Novel Boneka Tahta

Assalamualaikum, sahabat. Selamat datang di blogku. Berawal dari niatan mengapresiasi karya, aku jadi belajar lagi untuk review tulisan. Kali ini, ulasan akan ditujukan untuk kawan sesama moderator di LovRinz, yang punya tema perpolitikan. 

Asli sih, baru baca judulnya aja aku udah mbatin, berani banget ambil tema sensitif begini. Pasti akan ada sesuatu yang mau disampaikannya dari tema yang out of the box kaya gini. Aku pribadi agak menghindari menulis hal-hal kontroversial, maka aku salut sama penulisnya yang berani angkat topik intrik perpolitikan sebagai tema besarnya.

Yuk cuz cekidoooott.

Deskripsi Buku

Judul : Boneka Tahta

Penulis : Zee Anulika

Penerbit : LovRinz Publishing

Tahun Terbit : 2021

Genre yang diusung adalah distopia, atau semacam negeri antah berantah. Namun, hal-hal yang ada di Negara Portrum seolah nyata. Penulis menyajikan kisah ini dengan cukup baik dan terasa real.

Sinopsis Cerita Boneka Tahta

Arola Ryu berasal dari keluarga politisi kenamaan yang dianggap memiliki dinasti di Portrum. Namun, dia tidak pernah tertarik sedikit pun dengan politik dan lebih memilih menjadi pelukis. 

Kehidupan Arola semula nyaris sempurna. Hingga suatu hari Klemen Ryu--ayah Arola--meninggal karena serangan jantung. Dan tiga hari setelahnya, Abaven Ryu--kakak Arola--diciduk ACI (Anti-Corruption Inteligent). 

Demi mengumpulkan bukti, Arola bergabung dengan Sabian, si lelaki berwajah datar yang merupakan anggota organisasi revolusioner. Bersama, mereka melakukan perjalanan yang menantang maut. Mampukah Arola membersihkan nama baik keluarganya?

Aku udah membayangkan akan ada petualangan seru di dalamnya, disertai benih asmara antara keduanya. Apakah benar? Baca sendiri aja, ya!

Karakter Tokoh Utama yang Berpengaruh

Tokoh utamanya Sabian, karakter yang dijabarkan cukup kuat. Dia masuk kaya semacam FBI gitu, organisasi mata-mata, demi mendapatkan bukti kebenaran tentang kematian ibu dan adiknya. Jago berantem, jago ngebanyol juga meski sering garing. Hahaha.

Arola adalah anak Klemen Ryu yang terpaksa harus ikut campur urusan kenegaraan, karena ada bukti chip yang harus dijaganya. Padahal, dia pun gak ngerti sama sekali tentang hal ini.

Mavin, kawan Sabian yang juga punya peranan penting dalam cerita. Plot twist karakter Mavin ini juga bikin aku kaget, lho.

Klob Ryu. Paman Arola, adeknya Klemen Ryu. Dia tokoh antagonis di cerita ini. Geregetan kalau udah bahas dia dalam cerita.

Semua tokoh saling bertaut dan penulis sudah sangat baik meramu karakter dan plot jadi sebuah cerita yang nggak membosankan. Keren!

Alur Cerita Novel Boneka Tahta

Dengan alur maju, penulis menjabarkan kisah dengan diawali pada masa kecil tokoh utama Sabian, yang bersinggungan langsung dengan Arola dan Klemen Ryu. Bab selanjutnya mengisahkan tentang perjalanan keduanya untuk mencari kebenaran dibalik kematian tokoh terkemuka di Portrum, sembari mencari akar permasalahan kebobrokan sistem yang ada.

Sindiran halus untuk perpolitikan Indonesia, yang mungkin bisa jadi lebih parah dari cerita yang ditawarkan penulis dalam cerita ini. Bahwa politik itu kotor, kemudian selalu ada hal-hal yang disembunyikan di dalamnya, demi untuk kepentingan pribadi.

Eksekusi plot juga baik, mulai dari pengenalan karakter, menuju permasalahan, klimaks, dan eksekusi ending yang kemungkinan juga akan bagus, meski gak diunggah di FB.

Catatan untuk Penulis

Saat membaca, mata udah melotot nyari-nyari kesalahan apa yang bisa ditulis sebagai catatan untuk penulis. Hanya terlihat beberapa typo aja. Nggak terlalu berpengaruh pada kenyamanan dalam membaca cerita ini. Secara teknik, penulis sudah paham kaidah dasar dalam menulis sebuah cerita, ada variasi dialog tag, variasi kalimat, sehingga pembaca pun dimanjakan. 

Kesan saat Membaca Boneka Tahta

Penulis sudah baik dalam mendeskripsikan sebuah situasi. Telling dan showing-nya oke. Saat baca, aku jadi ikut membayangkan suasana yang tergambar dalam narasi yang dijabarkan.

Aku suka kata-kata yang diselipkan tokoh Mavin di bab 6.

"Aku selalu berpikir begini, tidak ada orang yang benar-benar baik di dunia ini. Masing-masing memiliki dua sisi yang berlawanan. Aku lebih senang dianggap jahat, tetapi melakukan kebaikan."

Memang pada dasarnya baik-buruknya manusia ada pada persentase 50:50 yaa.. Jadi, pernyataan Mavin itu memang benar adanya. Tak selamanya seseorang yang jahat memang jahat, pun kebalikanya. Jangan hanya liat sampul bukunya, gitu.

Tak terlihat adanya plot hole, sehingga ceritanya cukup menarik untuk terus dibaca. Aku pribadi menganggap novel ini agak berat karena bicara tentang perpolitikan, tetapi bukan berarti ceritanya susah dimengerti. Ada banyak pertanyaan-pertanyaan dalam setiap bab yang dibaca. Sehingga memantik rasa penasaran untuk menuntaskan ceritanya.

Moral of The Story

Setiap cerita akan menyelipkan pesan, baik tersirat maupun tersurat. Aku menangkap beberapa pesan yang disampaikan penulis dalam Boneka Tahta sebagai berikut.

1. Jangan mudah percaya pada orang lain, bahkan orang terdekat. Jika dilihat dalam pandangan perpolitikan, berat pada salah satu sisi kubu tidak akan memberi keuntungan untukmu.

2. Yakin bahwa diri sendiri bisa melalui beragam cobaan dan masalah. Kadang, sedih dan terluka yang mewarnai kehidupan kita hanyalah salah satu dari cara Tuhan untuk membuat kita lebih kuat dari sebelumnya.

Penilaian Subjektif untuk Novel Boneka Tahta

Aku bisa kasih nilai 8.3 dari 10 untuk cerita ini. Aku dibuat terkesan dengan pilihan diksi yang rapi, bahkan juga bisa menjabarkan situasi dengan sangat baik. Kudu banyak belajar dari penulis soal showing

Yang aku tahu, showing yang bagus memang harus melibatkan semua pancaindera, sehingga penjabarannya akan membuat pembaca bisa memahami cerita dari perspektif yang berbeda. Good job.

Aku suka sama ceritanya, berbobot. Baca cerita ini aku seolah-olah jadi paham perpolitikan. Ada insigt baru saat membacanya. Trus, nama-nama imajinatifnya sih keren, aku belum bisa kalau yang beginian. Lebih senang tipe slice of life gitu. Hehhee. Ada mata uang gal, kota Garin, Bane, Dant, Batt, Solor, negerinya namanya Portrum 😍

Keliatan kalau penulisnya riset dulu, atau paling nggak paham dikit-dikit tentang materi ini. Karena penjabaran intrik dan konflik kenegaraan, sampai saham politik juga cukup bagus. Underdog yang dimaksud, awalnya kukira jaringan yang buruk, rupanya malah sebaliknya.

Untuk mengakhiri review ini, aku jadi kepikiran salah satu lagu yang cocok untuk karya penulis. Lagunya Sheila on 7. Pasti Kubisa.

“Pasti kubisa melanjutkannya...

Pasti kubisa menerima dan melanjutkannya..

Oh pasti kubisa melanjutkannyaa..

Cepat bangkit, dan berfikir

Semua tak berakhir di sini...”

Cocok untuk Arola yang mau berusaha membersihkan nama baik ayahnya, menyelamatkan kakaknya, kemudian bangkit dari rasa takut dan trauma yang mengancam nyawa. Mantap!


Banjarnegara, 16 Desember 2021


Rabu, 15 Desember 2021

Siap, Mas Bos! Novel Romance Office Super Ringan untuk Dibaca

Assalamualaikum, teman-teman. Welcome back to my blog.

Ketagihan ulas karya karena seru baca cerita dari teman-teman, kali ini aku mau review novel dari mbak Sita, salah satu peserta Baper di Penerbit LovRinz. 

Yuk cuz cekidoott!

Deskripsi Buku

Judul : Siap, Mas Bos!

Penulis : Sita Resmi

Penerbit : LovRinz Publishing

Sampul resminya dicomot dari FB penulisnya langsung. Hehehe.

Sinopsis Cerita

Penulis mencantumkan genre slice of life dalam kisah ini. Untuk spoiler, aku kutipkan dari blurb novel satu ini, ya.

Nay seorang gadis tomboi yang mendadak feminim karena ulah sang Bunda yang memaksanya untuk bekerja di sebuah perusahaan ternama.

Selama berjalannya waktu gadis itu lebih menikmati pekerjaannya daripada penampilan, tidak sampai di situ, pertemuannya dengan sang atasan yang super duper galak membuatnya terus mengelus dada dan harus memiliki selusin kesabaran untuk menghadapinya.

Apakah Nay akan  berhasil menghadapi sang atasan atau sebaliknya?

Dari potongan kisah yang ditampilkan, sudah jelas akan terlihat konflik tentang atasan dan bawahan yang kemungkinan seru. Ditambah bumbu romansa, tentu kisah ini akan menyenangkan saat dibaca.

Membangun Karakter yang Kuat

Tokoh utamanya Nayara yang sering dipanggil Nay. Karakter yang ditampakkan penulis pada sosok Nay ini sangat kuat. Pribadi yang nggak gampang direndahkan oleh orang lain, tetapi juga punya sisi lemah takut naik lift. Karakter seperti ini masih sangat manusiawi, sehingga menurutku, penulis sudah cukup baik dalam eksekusi karakter tokoh utama sebagai sosok yang dominan dalam cerita.

Tokoh ke dua adalah Aga. Sosok bos di kantor Nay, yang punya karakter cool khas para eksekutif muda, tapi juga punya gengsi yang tinggi selayaknya para bos pada umumnya. Aga ini tipikalnya kaya Gu Jun Pyo di BBF itu, lho. Kaya, gantengnya kaya Suga BTS, tapi juga ada usil-usilnya dikit.

Lainnya adalah tokoh pelengkap yang mengisi kehidupan Nayya dan Aga. Mama, Papa, teman kantor, dan keponakan unyu si Aga bernama Kai. 

Catatan untuk Penulis

Aku ada beberapa catatan untuk penulis mengenai teknis berikut ini.

Untuk bagian pembuka, aku rasa penulis masih perlu belajar lebih banyak terkait showing untuk memaksimalkan kalimat pertama yang menggebrak. Bagian pembuka kalimat pertama adalah kunci untuk memancing rasa penasaran pembaca untuk terus setia pada kalimat yang dituliskan.

Penulis masih kecolongan dalam menuliskan kalimat panggilan Bunda. Karena menggunakan POV 3, seharusnya panggilan Bunda itu tidak terjadi. Hal ini jadi bocor POV. Sang ibu, bunda, ibunya bisa menjadi pilihan untuk menggantikan panggilan Bunda di dalam narasi, kecuali untuk percakapan Nay selanjutnya.

Penggunaan partikel di- juga belum tepat untuk beberapa kalimat. Aku menemukan banyak kesalahan dari Bagian Satu. Aku ambil salah satu contoh kalimat yang belum tepat berikut ini.

“Didalam hati Nayyara tidak mau mengecewakan Bundanya.”

Kalimat di atas bisa dibenarkan seperti ini, “Di (spasi) hati Nayyara(,) (ia) tidak mau mengecewakan (b)undanya.”

Penulis bisa mengecek ulang segala penempatan di- yang belum tepat. Rupanya ini terjadi pada semua part yang disajikan untuk dibaca. Jadi coba aku jelaskan secara singkat ya...

Penggunaan di- akan selalu dipisah jika bertemu dengan tempat, seperti di sekolah, di rumah, ke kafe, di hadapannya, di lantai dan lainnya.

Penggunaan di- akan selalu disambung dengan kata kerja, sehingga kata itu bisa dibuat menjadi bentuk aktif me- seperti dicium bukan di cium, dikejar bukan di kejar, diterima bukan di terima, diterkam, bukan di terkam. 

Kata ganti Anda juga luput diberi kapital oleh penulis. Anda adalah kata ganti ke dua, sehingga harus menggunakan kapital karena biasanya ini digunakan dalam sebuah percakapan dua orang. Karena beberapa kali kata ini dituliskan dengan huruf kecil, bisa kuasumsikan kalau penulis belum paham tentang hal ini. Its okay.  Penulis yang baik adalah penulis yang mau belajar terus. Aku pun masih terus belajar kok.

Selanjutnya, meski sudah terasa luwes dalam penyampaian kalimat, tapi terasa bahwa penulis masih kebingungan dalam merangkai kalimat yang efektif. Beberapa paragraf terkesan terlalu panjang, terlalu banyak koma, terlalu banyak serangan kata ganti -nya. Aku sih paham maksudnya, tetapi belum tentu dengan pembaca lainnya. Aku ambilkan contoh pada bagian awal cerita.

“Doa terbaik untuk putrinya, dan berharap lebih untuk kedua saudara Nayyara yang merantau jauh. Hanya Nayyara yang bisa diandalkan selama ini, walau dengan kehidupan pas-pasan gadis itu tidak pernah protes. Hari sudah mulai larut tapi Nayyara masih betah berada di teras, menselonjorkan kakinya yang terasa letih karena high heels yang dia kenakan pagi tadi. Efek yang luar biasa, andai tadi dia memakai pantofel mungkin tidak sampai seperti ini.”

Saran perbaikan untuk paragraf tersebut dari aku begini :

“Sang bunda memberikan doa terbaik untuk putrinya. Doa yang sama juga dipanjatkan untuk saudara Nayyara yang merantau jauh dari rumah. Selama ini, hanya Nayyara yang bisa diandalkan bundanya. Walaupun pas-pasan, gadis itu tidak pernah protes. (Ganti paragraf baru)

Hari sudah mulai larut, tapi Nayyara masih betah berada di teras, menyelonjorkan (huruf s ketemu me-, jadinya luluh, bukan menselonjorkan, tapi menyelonjorkan) kaki yang terasa letih karena heels yang dikenakannya. Rupanya, ia baru menyadari efek alas kaki itu setelah bekerja. (Dia berpikir) jika memakai sepatu pantofel, mungkin kakinya tak akan setelah itu.

Beberapa kali juga ketemu penempatan kata ‘tetapi, namun, tapi’ yang belum tepat.  Aku ambilkan contoh pada  Bab 7 di bawah ini.

“Salah satu contohnya ada Aga mengemudikan mobilnya dengan hati-hati, sikapnya kembali seperti semua. Tetapi ada yang berbeda.”

Kata negasi tetapi dan tapi, harusnya ada di tengah kalimat dengan penambahan koma (,) sebelumnya. Kata negasi Namun dan Akan Tetapi, ditempatkan pada awal kalimat.

Sehingga, saran perbaikan untuk kalimat di atas sebagai berikut :

“Salah satu contohnya ada Aga mengemudikan mobilnya dengan hati-hati, sikapnya kembali seperti semua. (Namun)(,)ada yang berbeda.”

Wuaah.. Gak kerasa nulis koreksi sepanjang ini. Hahhaa. Maapkan aku ya mbak penulis. Aku sudah detailkan untuk tiap bab di kolom komentar postingan di FB LovRinz and Friends, semoga bisa dipelajari lagi yaa.. Sama-sama belajar terus, karena penulis itu pembelajar sepanjang hayat, katanya.

Kesan untuk Novel Siap, Mas Bos!

Jika menafikan segala kesalahan teknis yang masih sangat bisa diperbaiki, aku cukup senang dengan selipan komedi tipis-tipis yang disajikan penulis. Tektoknya dapet aja gitu. Penulisnya pelawak apa bukan sih? Hahaha. Saat wawancara kerja juga ada humornya sekelebat. Ini tentu bagus. Semoga penulis bisa mempertahankannya.

Dari novel ini, aku melihat kalau penulisnya sudah cukup lama bergaul dengan kata-kata, meski terlihat pula kalau kurang diasah. Bahasanya nggak kaku, pilihan diksi dan dialog tag juga beragam. Jadi bacanya nggak bosan. Bagian teknis seperti yang udah kujabarkan di atas yang agak mengganggu, tapi overall masih bisa dimaafkan.

Penilaian Subjektif untuk Novel Siap, Mas Bos!

Novel Siap, Mas Bos! ini cukup ringan untuk mengisi waktu luang. Bahasanya pun nggak bertele-tele, meski kadang terlihat agak berputar-putar dalam penjabarannya. Seiring jam terbang yang tinggi, aku yakin penulis akan mampu  memperbaiki karyanya baik secara teknikal maupun konten. Menggunakan alur maju, penulis sudah bisa membawa novel ini dari perkenalan, konflik, dan eksekusi intrik dengan cukup baik. Kalau dikatakan pemula, maka penulis novel Siap, Mas Bos! ini adalah pemula yang punya modal baik untuk berkarya jadi novelis.

Untuk nilai, aku mau kasih nilai 6.9 dari 10. Temanya umum, sehingga siapa saja yang baca akan bisa merasa relate dengan materi konten yang sedang dibahas. Gak perlu banyak imajinasi saat membacanya. Good job.

The last but not least. Untuk menutup ulasan ini aku mau bilang sesuatu. Menulislah dengan suka cita. Menulislah dengan hati bahagia. Perkara teknis itu masih bisa diperbaiki, tapi jiwa seorang penulis adalah salah satu hal terbaik yang harus ada dalam dirimu kalau kamu benar-benar ingin kekal di dalam literasi.

Dari caranya bercerita, penulis bisa menyampaikan kegemarannya dalam berkisah, semangatnya, happy-nya, dan cerita mengalir dengan baik.

Terima kasih sudah hadirkan karya yang manis, ya, mbak Sita Resmi. Maaf hanya review alakadarnya. Soalnya aku juga masih belajar buat mengulas karya. Hehehe.



Banjarnegara, 15 Desember 2021