Bismillah

Bismillah

Rabu, 05 Januari 2022

Belajar Sejarah melalui Novel History-Fantasi Mantra 99 Hari

Assalamualaikum, sahabat. Alhamdulillah kali ini aku mau bahas tenteng novel his-fan atau history fantasi yang punya latar era Jawa Kuna, karya salah satu kawan yakni Erlana Lan dan Nita Sutrisna. Jujur, sebelumnya aku belum pernah baca tema ini, jadi pengalaman membaca kisah yang dihadirkan kedua novelis femes di genre ini akan jadi sebuah catatan istimewa.

Yuk cuz, cekidooottt.

Deskripsi Buku

Judul : Mantra 99 Hari

Penerbit : LovRinz Publishing

Tahun Terbit : Januari 2022


Sinopsis Cerita

Kisahnya tentang pemuda keturunan bangsawan yang pergi dari lokasinya untuk mencari pengalaman baru, mengembangkan wilayah, tetapi malah nyasar ke kerajaan asing karena membaca mantra di sebuah batu saat ia istirahat dalam perjalanan.

Rupanya, lokasi tersebut adalah Nilamaya, salah satu kerajaan yang tertutup dari luar karena ada mantra gaib yang ‘menghilangkannya’ dari pandangan orang-orang luar. Di sinilah perjalanan Damar Saka dimulai. Dirinya harus membuat keturunan Putri Kirana Dewi jatuh cinta agar bisa keluar dari sana.

Di sisi lain, mantra itu dibuat untuk keturunan Pangeran Danindra agar membuat Putri Mayang Jingga bisa keluar dari kerajaan itu. Rupanya, mantra salah sasaran ini membuat dia dan sepupunya menjadi memanas. Ada bumbu cinta segitiga di dalamnya.

Tokoh yang Paling Berpengaruh

Ada beberapa tokoh yang tercatat dalam kisah Mantra 99 Hari.

Raden Damar Saka, sosok pemuda berdarah Majapahit yang berencana untuk berkelana demi meningkatkan kualitas hidup Desa Glagah Wangi. Karakternya cukup kuat, pintar, sempurna, sakti mandraguna. Tipe suami-able banget deh.

Ada Mayang Jingga, gadis keturunan yang diasingkan. Dipanggil Gusti Ayu karena dia tidak menjabat resmi. Dia menanti titisan kekasih hati yang akan membaca mantra 99 hari agar bisa keluar dari Nilamaya. Pribadinya ceria dan suka berpetualang, makanya dia benar-benar bosan terkurung dan tidak bisa berkelana. Cablak banget, agak ‘nakal’ dan terlihat kurang beradab untuk ukuran seorang keturunan bangsawan.

Ada Nawang Jingga, keturunan raja Demak saat itu Prabu Haryadewa. Satu-satunya keturunan yang hendak dijodohkan dengan Damar Saka. Anggun di depan, agak kasar di belakang, tetapi tak banyak orang yang memahami karakter ‘jahat’nya itu.

Tumidi dan Tukirin, pengawalnya Damar Saka saat hendak menjelajah. Duaduanya bikin bengek. Rusuh dan lucu. Humor di cerita ini keluar dari mulut mereka. Jadi pencair suasana ketika Damar Saka sedang sedingin es.

Ki Iprit. Di ini Om Jin yang jagain batu tulis yang akan dibaca calon titisan. Om Jin ini rada-rada pelupa. Maklum faktor U. Dia aja bingung mana keturunan aslinya, Nawang Sari atau Mayang Jingga. Dia keluar setelah batu tulis itu dibaca. Udah ratusan tahun sejak dibuat pertama kalinya. Tidurnya udah kelamaan, ya, Om Jin.

Aku pribadi minta maaf sama kedua penulis kalau review ini ada salah dalam penulisan, ya. Agak ngawang dan gak beneran yakin kalau ini bener, sih. Tapi semoga bener yaaa. 

Catatan untuk Penulis

Secara teknikal, kedua penulis sudah sangat rapi dalam mengeksekusi tulisan. Baik untuk dialog tag, teknik bercerita, dan lainnya. Hanya mungkin beberapa typo masih keliatan, itu pun sangat minor dan masih bisa dimaklumi. Aku aja kadang-kadang juga ada typo-nya sekalipun udah masuk editing ke tiga. Jadi, buatku pribadi, ini nasih sangat manusiawi dan bisa dimaklumi. Typo-nya juga bukan sesuatu yang fatal banget sampai mengubah arti, kok.

Satu lagi yang aku lihat, bahwa karakter Damar Saka ini terlalu sempurna. Padahal dia ini tokoh utama. Paling nggak, seharusnya ada satu titik kelemahan yang bisa membuat dia oleng dan diserang. Misal takut kecoak, takut ular, atau apalah yang memperlihatkan kelemahannya. Dalam beberapa part yang sudah sempat dibaca, karakter Damar Saka ini benar-benar Dipertuan Agung yang tidak memiliki cacat.

Padahal, untuk karakter Mayang Jingga dan Nawang Sari sudah memiliki kelemahannya masing-masing. Sehingga kepribadian mereka tampak manusiawi. Maka, sayang aja kalau tokoh utamanya benar-benar terlihat “sempurna”. Atau mungkin aku yang kurang cermat bacanya ya?

Kesan untuk Novelet Mantra 99 Hari

Salah satu kekuatan cerita, aku pribadi menilai dari openingnya. Untuk cerita novelet ini, openingnya bagus, menukik, dan langsung membuat pembaca penasaran. Dibuka dengan kalimat, “Bu, siapa itu tamu kita?” menjadi sebuah penanda untuk memantik keingintahuan pembaca pada sosok yang akan dikenalkan selanjutnya.

Penulis juga memberikan genre roman komedi pada naskah ini. Humor tipis-tipis dalam setiap part membuat cerita yang disuguhkan semakin terasa hidup. Ceritanya mengalir, kayak ditulis satu orang, padahal ini tulisan duet. Artinya Erlana Lan dan Nita Sutrisna sang penulis bisa mengawinkan ide, kemudian saling melengkapi untuk bisa menghasilkan cerita yang bagus dan berkesan.

Aku aja sampai heran, “Kok bisa sih, nulis beginian?”

Karena ini tema yang baru aku baca dari sekian novel lainnya, maka rasa kagum dan kaget itu kayak gak habis-habis. Keren dan ada kosakata-kosakata baru yang bisa dijadikan pembelajaran untuk aku yang masih belajar menulis juga.

Penilaian Subjektif untuk Mantra 99 Hari

Aku mau kasih nilai 8.5 dari 10 untuk Mantra 99 Hari. Kisahnya runut, logis, gak kelihatan ada cacat logika. Aku merasa terkesima dengan pilihan kata dan kalimat yang gak terlalu puitis, tapi bisa nyampe ke pembaca. Penulis terlihat menguasai genre ini dengan baik. Mungkin karena faktor dari kegemaran dua penulisnya yang sangat suka sejarah, terutama di Indonesia. 

Ada satu quote yang sangat bagus untuk menggambarkan Novelet Mantra 99 Hari sebagai sebuah karya yang harus kamu baca, “Menulis adalah mencipta. Dalam suatu penciptaan, seseorang mengarahkan tidak hanya semua pengetahuan, daya, dan kemampuannya saja, tetapi ia sertakan seluruh jiwa dan napas hidupnya”. – Stephen King

Terlihat bahwa setiap jengkal kata dan kalimatnya bernyawa. Seolah mengajak pembaca berkelana. Imajinasinya main, sekaligus nambah pengetahun pada hal-hal yang berkaitan dengan sejarah. Meski genre fantasi sejarah, tapi nama tokoh yang ada di dalamnya tu beneran. Dan yang paling penting, gak ada rekaan yang melunturkan nilai sejarah aslinya.

Good Job buat Erlana Lan dan Nita Sutrisna. Ini keren banget sih!