Bismillah

Bismillah

Rabu, 14 September 2022

Menghadirkan Buku Cetak di Tengah Gempuran Literasi Digital: Seni dalam Mengembangkan Ilmu Pengetahuan dan Informasi Kekinian

Literasi digital menjadi salah satu kosa kata baru yang kini menjamah ke bagian informasi dan pengetahuan yang lebih kekinian. Literasi digital memungkinkan seseorang untuk bisa mendapatkan hal-hal up to date hanya dengan sekali klik jari. Adanya literasi digital juga menjadi perpanjangan tangan dari perkembangan dunia online yang kini menguasai sebagian besar lini kehidupan.

Menulis dan menghasilkan karya, kemudian menjadikannya sebagai salah satu bagian dari literasi digital juga bisa dilakukan. Kini, buku tak hanya berbentuk naskah cetak yang diterbitkan, melainkan juga dikembangkan sebagai salah satu bacaan yang ramah teknologi dengan bentuk e-book dan lainnya.

Perkembangan Literasi Digital

Berkembangnya ranah digitalisasi buku ini, tentu memberikan efek untuk perkembangan penerbitan yang mengeluarkan buku cetak. Meski masih ada beberapa orang yang lebih senang membaca buku fisik, tetapi keberadaan platform penulisan digital punya porsi yang lebih banyak menyita perhatian para pembaca. Terlebih lagi, penjualan untuk ebook punya harga yang lebih miring dibandingkan buku fisik.

Keunggulan Buku Cetak Dibandingkan Buku Digital

Meski demikian, buku cetak atau buku fisik masih memiliki keunggulan dibandingkan jenis buku digital. Berikut ulasan selengkapnya.

Aroma Khas Buku Baru

Nuansa “bau kertas” yang ada dalam sebuah buku baru menjadi salah satu hal yang dicari pembaca. Wangi buku menjadi salah satu hal yang bisa menaikkan mood untuk sebagian orang. Ada kepuasan tersendiri jika seseorang bisa menyelesaikan setengah dari halaman buku karena bisa dipantau secara kasat mata. Hal tersebut tak bisa dilihat jika membaca buku digital, bukan? Baca buku novel, sejarah, atau apapun, tentu akan baik untuk kinerja otak.

Buku Bisa Menjadi Barang Koleksi

Buku merupakan benda fisik yang bisa dijadikan koleksi bagi pemiliknya. Bagi pecinta membaca, buku serupa rumah yang akan jadi tempat pulang ketika lelah melanda. Tentu akan terasa bedanya ketika membaca buku digital dengan buku fisik. Ragam buku yang dimiliki juga bisa dijadikan tolok ukur pencapaian terkait materi dan ilmu pengetahuan baru yang sudah dibaca dan dipelajari. Dapat dikatakan bahwa buku adalah investasi ilmu leher ke atas yang sangat penting untuk manusia.

Ada Nilai Sejarah dalam Buku Fisik

Buku fisik yang dimiliki tentu memiliki kenangan dan nilai sejarah tersendiri bagi pemiliknya. Kamu bisa mengenang satu buku mulai dari kisahnya, cara mendapatkannya, jatuh bangun perjuangan membelinya, dan lainnya. Selain nilai sejarah dari konten buku, nilai kenangan dari upayamu untuk bisa memilikinya tentu akan jadi memori yang bisa diceritakan kapan saja bagi mereka yang bertanya.

Tak Butuh Baterai saat Membaca

Tak seperti buku digital yang hanya bisa dibaca melalui ponsel atau alat bantu lainnya, buku fisik jelas tak butuh baterai. Kamu bisa membolak-balik halaman sesuka hati, mengulang kembali materi bacaan yang diinginkan. Buku fisik tentu tak seribet buku digital karena kamu harus scroll di halaman tertentu.

Mudah dalam Memberikan Catatan

Buku fisik akan lebih mudah dipelajari dan kamu tak akan repot untuk memberikan catatan tertentu di sana. Bisa menggunakan stabilo atau sticky notes untuk menandai halaman tertentu. Dengan membaca buku cetak, kamu pun akan lebih mudah untuk bisa memahami kata per kata, kalimat per kalimat di dalamnya.

Biasanya untuk membaca buku digital kamu akan terhalang dengan mata yang lelah karena radiasi gadget yang ditimbulkan. Belum lagi baterai habis dan butuh dicas ulang. Maka, pilihan untuk membaca buku versi cetak masih kerap jadi pilihan para pembaca.

Buku Fisik: Seni Mengembangkan Ilmu Pengetahuan Kekinian

Bukankah kalimat di atas terasa lebih cocok jika digunakan sebagai tagline buku digital? Memang pada dasarnya perkembangan buku digital kini makin merebak di tengah pasar peminat gadget kekinian. Namun, keberadaan buku cetak sebagai sarana mengembangkan ilmu pengetahuan kekinian pun tak bisa ditampik.

Contoh kecil dalam pembelajaran bersama anak-anak usia dini, yang menggunakan buku fisik sebagai salah satu alat pembelajaran di sekolah. Dibandingkan buku digital, pemanfaatan buku fisik jelas lebih unggul. Anak-anak pun akan lebih fokus pada pembelajaran karena bantuan buku cetak di depan mata.

Berdasarkan keunggulan-keunggulan di atas, para penerbit seharusnya tak perlu insecure dengan bisnis yang dijalankan. Dari sekian banyak orang yang beralih ke literasi digital, pasti akan ada orang-orang yang tetap mencintai buku cetak atau buku fisik sebagai teman nge-teh di sore hari atau untuk mengisi waktu luang mereka.

Untuk memenuhi hal tersebut, maka penerbit buku memang wajib mengeluarkan inovasi agar para penulis bisa mempercayakan naskah mereka dengan tenang dan nyaman. Salah satu penerbit rekomendasi yang bisa kamu jadikan referensi adalah Penerbit LovRinz Publishing.

LovRinz Publishing, Penerbit yang Ramah Penulis

Tagline utama dari Penerbit LovRinz adalah terbit mudah, cepat, menyenangkan. Penerbit satu ini memang jadi rumah yang hangat untuk penulis pemula. Tak heran bila banyak penulis menjadikan LovRinz sebagai salah satu rumah ternyaman untuk menerbitkan buku-buku mereka. Penerbit satu ini juga memiliki percetakan yang punya kualitas kertas yang mumpuni dan cukup tebal.

Ada banyak keunggulan yang LovRinz tawarkan sebagai penerbit. Di antaranya beragam event menulis parade, event mingguan, hingga terbit gratis. Salah satu pengalamanku ikut jadi bagian keluarga besar LR adalah ketika ikut beberapa event di dalamnya. Empat buku dari tujuh karya soloku terbit di LovRinz, pun karena ikut event dan parade selama prosesnya.

Naskahku berjudul Cermin Lara merupakan hasil parade nulis novel selama 30 hari yang diadakan LovRinz sekitar bulan Agustus-September 2021 bertajuk KuPa5 (Aku Peserta Parade 5). Dinobatkan sebagai salah satu naskah terbaik dari sekitar 30 naskah yang bertahan sampai final, tentu menjadi kebanggaan tersendiri.

Naskah berjudul Aglet merupakan hasil parade Event Couple LovRinz yang bekerja sama dengan suami tercinta. Sedangkan untuk naskah berjudul The Chronos ikut dalam event Ramenuku (Rame-Rame Nulis Buku) Duet yang juga aku lakukan bersama suami. LovRinz membuka kesempatan untuk aku pribadi punya bonding yang lebih dekat dengan suami, meski kami sedang LDR.

Selanjutnya, naskah sekuel Cermin Lara hadir dengan tajuk Binar Luka Lara diikutsertakan dalam Baper5eru yang diadakan satu tahun setelah novel pertama terbitan LovRinz mengudara. Rangkaian kegiatan pun masih terus berlanjut, hingga event yang terbaru kemarin bertajuk Parade Cerpen Sastra. Di dalam kegiatan tersebut, LovRinz menghadirkan cerpenis dan sastrawan nasional yang memberikan ilmu dari pertemuan zoom, sekaligus bertugas sebagai juri event.

LovRinz totalitas dalam memberikan wadah untuk para penulis agar mendulang beragam informasi baru dan bisa jadi penerbit yang punya kualitas unggulan di kelasnya. Hal itu sejalan dengan visi owner-nya, Bunda Rina Rinz yang punya tujuan mulia dalam mengembangkan literasi di kancah yang lebih luas, yakni “Mewujudkan Keberlimpahan, Kebahagiaan, dan Kesuksesan Penulis Indonesia.”

Keren sekali, ‘kan, penerbit satu ini?

 

Banjarnegara, 14 September 2022

 

 


Sumber Referensi

https://binus.ac.id/knowledge/2019/12/apakah-buku-cetak-masih-diminati-buku-cetak-vs-buku-digital/

https://yoursay.suara.com/lifestyle/2021/12/28/121236/4-kelebihan-buku-fisik-daripada-e-book-kamu-pilih-mana

 

Sabtu, 19 Maret 2022

Mengulik Kisah Romansa-Religi Super Uwu melalui Novel Suara dari Langit Karya Halwa MJ.

Assalamualaikum teman-teman, alhamdulillah bisa kembali review salah satu karya religi-romance karya mbak Halwa MJ, salah satu kawan yang aku kenal dari parade Kupa5 LovRinz. Kali ini aku bakalan kasih review pada salah satu kisahnya yang berjudul Suara dari Langit yang diikutkan Parade Baper 5eru.

Yuk cekidooot 😍

Identitas Buku

Judul : Suara dari Langit

Penulis : Halwa MJ

Penerbit : LovRinz

Tebal : 188 halaman



Sinopsis Cerita

Untuk sinopsisnya aku petikkan dari premis dan blurb yang ada nih.

Permis : 

Suami istri yang menjalani pernikahan, tetapi sang istri masih mencintai mantan suaminya.

Blurb 

Hasna menjalani kehidupan rumah tangga yang baru, pasca lima bulan bercerai. Pernikahannya kali ini terasa hambar. Ia belum dapat mencintai Gus Dafi, sang suami. 

Di saat usaha pendekatan Gus Dafi untuk meraih cinta Hasna hampir berhasil, huru hara rumah tangga keduanya datang mengancam, setelah beberapa hari mantan suami perempuan tersebut kembali. Upaya sang gus selama ini pun terasa sia-sia.

Akankah pernikahan Hasna dan Gus Dafi dapat bertahan? 

"Saya yakin Gus Amin masih mencintai saya." (Hasna)

"Ternyata, melupakan kamu adalah dusta, Hasna." (Gus Dafi)

Nah, kira-kira udah kebayang ceritanya kayak gimana ya? Di sini terjadi banyak konflik yang meletup dari berbagai pihak. Aroma cinta segitiga juga terasa pas baru aja baca premis dan blurb-nya.

Tokoh-Tokoh yang Berpengaruh

Gus Amin :  tokoh utama yang mendominasi cerita pada bagian awal. Masalah yang ia sulut sendiri berbuntut menyakiti banyak pihak. Karakter yang terbaca dari setiap tindak tuturnya yakni Gus Amin ini merasa” gemede”. Ia merasa bisa poligami, padahal buat adil aja masih bingung sendiri. Bisa dianggap bahwa karakter Gus Amin ambil.bagian antagonis di cerita ini.

Hasna : tokoh utama yang jadi sumber cerita dan sumber konflik. Karena ada banyak peran keluarga Kiai Hasan untuk kehidupannya, Hasna jadi ketergantungan. Awalnya dilamar Gus Dafi, si anak tengah, tapi gadis ini udah justru kepincut Gus Amin, sang anak sulung. 

Selayaknya wanita pada umumnya yang akan mempertahankan pernikahannya ketika ada masalah, Hasna juga demikian. Ia bersikukuh nggak mau pisah ketika tau dirinya dimadu. Masih belajar move on, dia pun terpaksa menerima pinangan Gus Dafi demi menjaga dirinya dan keluarga yang membersamainya di pesantren. 

Gus Dafi : cowok ini tipikal penyabar. Dia pintar untuk menyembunyikan perasaan. Berjuang buat move on dari Hasna, tapi rupanya kelakuan masnya bikin dia naik darah dan ingin melindungi kakak ipar yang sempat jadi crush-nya di masa lalu.

Umi Aina : posisi ibu yang sebenar-benar ibu. Aku suka karakter beliau yang selalu bisa membela anak-anaknya yang bener dan menasihati anaknya yang salah. Pengen Hasna cerai dari Amin karena tau bahwa Hasna terluka karena diduakan.  Ibu angkat plus ibu mertua rasa ibu kandung. Joss.

Ada juga ayah mereka, Kyai Hasan : pemilik pesantren, tapi tidak terlalu menonjol ditampilkan dalam cerita. Beliau ini semacam pemilik “bell” dalam setiap kejadian. “Save by the bell” dalam permasalahan pelik anak-anaknya akan melibatkan sang ayah sebagai penengah. Hero yang sebenarnya kalau kataku mah.

Catatan untuk Penulis

Tak ada kesalahan berarti untuk penulisan. Hanya sedikit typo pada beberapa bagian. Tentu itu normal adanya. Apalagi untuk post di FB yang mungkin dikerjakan kejar tayang. Dan ini masih dapat dimaklumi. Aku rasa, Mbak Halwa nggak butuh editor juga untuk memperbaiki beberapa minus ini. Secara keseluruhan, oke.

Aku hanya agak terganggu dengan scene perpindahan waktu yang terjadi tiba-tiba. Kayak pas di awal Part 3, yang cerita tentang masa single Hasna, dan di Part 9 ketika menceritakan scene Hasna kehilangan orang tuanya. Sebaiknya, saran saya, tetap ada semacam petunjuk dan pengantar kalimat yang menggiring ke sana. 

Misalkan dengan tambahan “Hasna teringat ketika pertama kali ia kehilangan orang tuanya, waktu itu di rumah sakit, Hasna masih berusia X tahun. Ia belum mengerti banyak hal kecuali keluarga Gus Amin kala itu. Blaa...blaa.. “

Dengan kalimat seperti itu, pembaca digiring untuk paham bahwa scene yang diceritakan itu tentang masa lalu. Kalau aku, sih, paham. Tapi kayak tiba-tiba dan dadakan gitu. Gak nyambung sama cerita sebelumnya. 

Trus selama perjalanan cerita, relevansi judul dan kisahnya belum terlalu mengikat. Hanya disampirkan nasihat dari sang ayah bahwa ada “suara dari langit” yang menuntun Hasna untuk bertahan sampai saat ini. Alangkah lebih baik lagi, bila nasihat-nasihat ayah Hasna juga diselipkan dalam percakapan. Ada momen-momen ingat ayah, trus disampaikan nasihat lainnya. Jadi kekuatan judul Suara dari Langit juga akan lebih terasa.

Kesan pada Novel Suara dari Langit

Penulis terlihat luwes dalam menyampaikan hal-hal yang berkaitan dengan pondok pesantren dalam kisah ini. Tentu saja hal ini jadi berita yang bagus. Tiap bab seolah punya kekuatan alur yang cukup padat dan rapi.

Konflik yang ditawarkan sebenarnya klasik, tentang isu poligami di pesantren, cinta segitiga, dan proses move on sang wanita. Namun, penulis juga berani mengemas cerita ini dengan balutan pegangan ilmu agama, sehingga ceritanya akan terasa relate untuk siapa saja yang baca. Apalagi untuk para muslim, ya.

Beberapa selipan ilmu dari proses mengajar, cara menyampaikan pendapat, teknik parenting kedua orang tua Gus Amin dan Gus Dafi, jadi poin plus tersendiri. Kalau kamu juga baca, kamu pasti akan menemukan banyak sekali kata-kata bijak yang bertebaran.

Dari sisi romance, fluktuasi masalah juga cukup variatif. Gak hanya melulu menyoroti perasaan Hasna tapi juga perasaan Gus Dafi, bahkan Gus Amin yang sudah menikah lagi. Umi Aina juga banyak mengambil peran untuk hubungan anak-anaknya dan menantunya yang juga anak angkatnya.

Aku suka banget tiap karakternya punya kekuatan. Jadi, ceritanya nggak garing, bumbu komedi tipis-tipis bikin sumringah, plus ketika lihat tingkah uwu pasangan baru Gus Dafi dan Hasna yang baru bermekaran bunga cintanya. Ikut gemes liat ke-uwu-an yang terjadi.

Tarik ulur ceritanya cukup punya jarak yang oke untuk jadi satu kesatuan cerita novel yang utuh.

Penilaian Subjektif untuk Novel Suara dari Langit

Aku kasih nilai 7.9 dari 10 untuk Novel Suara dari Langit. Ceritanya gampang dicerna, nggak bikin pembaca terlalu mikir berat banget, tapi penulis juga mampu mengaduk emosi dari karakter tokoh yang ia ciptakan. 

Setelah aku baca 25 part dari kisah ini, aku jadi punya pandangan baru tentang sebuah cerita : Sebuah kisah yang menarik tak harus berasal dari sesuatu yang nggak kamu pahami. Mulailah tulis kisahmu sendiri, ajak orang lain untuk bersama-sama sepakat bahwa tulisan yang kamu buat mengandung manfaat.

Sampai akhir, ceritanya makin seru. Konflik makin naik, dan penulis berhasil menyajikan kisah yang oke untuk sebuah romance-religi.

Good job, mbak Halwa. Semoga nanti laris manis untuk novelnya yaaa..


Banjarnegara, 19 Maret 2022


Rabu, 05 Januari 2022

Belajar Sejarah melalui Novel History-Fantasi Mantra 99 Hari

Assalamualaikum, sahabat. Alhamdulillah kali ini aku mau bahas tenteng novel his-fan atau history fantasi yang punya latar era Jawa Kuna, karya salah satu kawan yakni Erlana Lan dan Nita Sutrisna. Jujur, sebelumnya aku belum pernah baca tema ini, jadi pengalaman membaca kisah yang dihadirkan kedua novelis femes di genre ini akan jadi sebuah catatan istimewa.

Yuk cuz, cekidooottt.

Deskripsi Buku

Judul : Mantra 99 Hari

Penerbit : LovRinz Publishing

Tahun Terbit : Januari 2022


Sinopsis Cerita

Kisahnya tentang pemuda keturunan bangsawan yang pergi dari lokasinya untuk mencari pengalaman baru, mengembangkan wilayah, tetapi malah nyasar ke kerajaan asing karena membaca mantra di sebuah batu saat ia istirahat dalam perjalanan.

Rupanya, lokasi tersebut adalah Nilamaya, salah satu kerajaan yang tertutup dari luar karena ada mantra gaib yang ‘menghilangkannya’ dari pandangan orang-orang luar. Di sinilah perjalanan Damar Saka dimulai. Dirinya harus membuat keturunan Putri Kirana Dewi jatuh cinta agar bisa keluar dari sana.

Di sisi lain, mantra itu dibuat untuk keturunan Pangeran Danindra agar membuat Putri Mayang Jingga bisa keluar dari kerajaan itu. Rupanya, mantra salah sasaran ini membuat dia dan sepupunya menjadi memanas. Ada bumbu cinta segitiga di dalamnya.

Tokoh yang Paling Berpengaruh

Ada beberapa tokoh yang tercatat dalam kisah Mantra 99 Hari.

Raden Damar Saka, sosok pemuda berdarah Majapahit yang berencana untuk berkelana demi meningkatkan kualitas hidup Desa Glagah Wangi. Karakternya cukup kuat, pintar, sempurna, sakti mandraguna. Tipe suami-able banget deh.

Ada Mayang Jingga, gadis keturunan yang diasingkan. Dipanggil Gusti Ayu karena dia tidak menjabat resmi. Dia menanti titisan kekasih hati yang akan membaca mantra 99 hari agar bisa keluar dari Nilamaya. Pribadinya ceria dan suka berpetualang, makanya dia benar-benar bosan terkurung dan tidak bisa berkelana. Cablak banget, agak ‘nakal’ dan terlihat kurang beradab untuk ukuran seorang keturunan bangsawan.

Ada Nawang Jingga, keturunan raja Demak saat itu Prabu Haryadewa. Satu-satunya keturunan yang hendak dijodohkan dengan Damar Saka. Anggun di depan, agak kasar di belakang, tetapi tak banyak orang yang memahami karakter ‘jahat’nya itu.

Tumidi dan Tukirin, pengawalnya Damar Saka saat hendak menjelajah. Duaduanya bikin bengek. Rusuh dan lucu. Humor di cerita ini keluar dari mulut mereka. Jadi pencair suasana ketika Damar Saka sedang sedingin es.

Ki Iprit. Di ini Om Jin yang jagain batu tulis yang akan dibaca calon titisan. Om Jin ini rada-rada pelupa. Maklum faktor U. Dia aja bingung mana keturunan aslinya, Nawang Sari atau Mayang Jingga. Dia keluar setelah batu tulis itu dibaca. Udah ratusan tahun sejak dibuat pertama kalinya. Tidurnya udah kelamaan, ya, Om Jin.

Aku pribadi minta maaf sama kedua penulis kalau review ini ada salah dalam penulisan, ya. Agak ngawang dan gak beneran yakin kalau ini bener, sih. Tapi semoga bener yaaa. 

Catatan untuk Penulis

Secara teknikal, kedua penulis sudah sangat rapi dalam mengeksekusi tulisan. Baik untuk dialog tag, teknik bercerita, dan lainnya. Hanya mungkin beberapa typo masih keliatan, itu pun sangat minor dan masih bisa dimaklumi. Aku aja kadang-kadang juga ada typo-nya sekalipun udah masuk editing ke tiga. Jadi, buatku pribadi, ini nasih sangat manusiawi dan bisa dimaklumi. Typo-nya juga bukan sesuatu yang fatal banget sampai mengubah arti, kok.

Satu lagi yang aku lihat, bahwa karakter Damar Saka ini terlalu sempurna. Padahal dia ini tokoh utama. Paling nggak, seharusnya ada satu titik kelemahan yang bisa membuat dia oleng dan diserang. Misal takut kecoak, takut ular, atau apalah yang memperlihatkan kelemahannya. Dalam beberapa part yang sudah sempat dibaca, karakter Damar Saka ini benar-benar Dipertuan Agung yang tidak memiliki cacat.

Padahal, untuk karakter Mayang Jingga dan Nawang Sari sudah memiliki kelemahannya masing-masing. Sehingga kepribadian mereka tampak manusiawi. Maka, sayang aja kalau tokoh utamanya benar-benar terlihat “sempurna”. Atau mungkin aku yang kurang cermat bacanya ya?

Kesan untuk Novelet Mantra 99 Hari

Salah satu kekuatan cerita, aku pribadi menilai dari openingnya. Untuk cerita novelet ini, openingnya bagus, menukik, dan langsung membuat pembaca penasaran. Dibuka dengan kalimat, “Bu, siapa itu tamu kita?” menjadi sebuah penanda untuk memantik keingintahuan pembaca pada sosok yang akan dikenalkan selanjutnya.

Penulis juga memberikan genre roman komedi pada naskah ini. Humor tipis-tipis dalam setiap part membuat cerita yang disuguhkan semakin terasa hidup. Ceritanya mengalir, kayak ditulis satu orang, padahal ini tulisan duet. Artinya Erlana Lan dan Nita Sutrisna sang penulis bisa mengawinkan ide, kemudian saling melengkapi untuk bisa menghasilkan cerita yang bagus dan berkesan.

Aku aja sampai heran, “Kok bisa sih, nulis beginian?”

Karena ini tema yang baru aku baca dari sekian novel lainnya, maka rasa kagum dan kaget itu kayak gak habis-habis. Keren dan ada kosakata-kosakata baru yang bisa dijadikan pembelajaran untuk aku yang masih belajar menulis juga.

Penilaian Subjektif untuk Mantra 99 Hari

Aku mau kasih nilai 8.5 dari 10 untuk Mantra 99 Hari. Kisahnya runut, logis, gak kelihatan ada cacat logika. Aku merasa terkesima dengan pilihan kata dan kalimat yang gak terlalu puitis, tapi bisa nyampe ke pembaca. Penulis terlihat menguasai genre ini dengan baik. Mungkin karena faktor dari kegemaran dua penulisnya yang sangat suka sejarah, terutama di Indonesia. 

Ada satu quote yang sangat bagus untuk menggambarkan Novelet Mantra 99 Hari sebagai sebuah karya yang harus kamu baca, “Menulis adalah mencipta. Dalam suatu penciptaan, seseorang mengarahkan tidak hanya semua pengetahuan, daya, dan kemampuannya saja, tetapi ia sertakan seluruh jiwa dan napas hidupnya”. – Stephen King

Terlihat bahwa setiap jengkal kata dan kalimatnya bernyawa. Seolah mengajak pembaca berkelana. Imajinasinya main, sekaligus nambah pengetahun pada hal-hal yang berkaitan dengan sejarah. Meski genre fantasi sejarah, tapi nama tokoh yang ada di dalamnya tu beneran. Dan yang paling penting, gak ada rekaan yang melunturkan nilai sejarah aslinya.

Good Job buat Erlana Lan dan Nita Sutrisna. Ini keren banget sih!