Halo, teman-teman, udah lama banget aku gak nge-review buku, ya. Kali ini aku akan bikin ulasan bukunya Lif Kalami aka Eneng Susanti. Check this out ya!
• Identitas Buku
Judul : Benderang Kelam
Penulis: Lif Kalami
Tahun Terbit: 2022
Penerbit: LovRinz Publishing
ISBN : 978-623-5945-85-9
• Sinopsis Ringkas
Buku ini menceritakan tentang perjuangan seorang guru muda di tanah asing yang belum pernah dijamahnya. Drea Diantha harus memulai sebuah misi untuk mengetahui hal-hal yang tersembunyi di Madrasah Kamilah, tempat ia mengajar. Teka-teki yang berserakan harus bisa ia selesaikan serupa bermain puzzle agar ada kejelasan.
Beragam konflik membuat Drea dilema dan ingin menyerah, tapi Kartu As dari Kepala Madrasah Kamilah membuat gadis itu tetap bertahan dan berusaha mencari tahu kebenaran yang belum terungkap. Rupanya, ada benang merah yang terhubung antara keluarganya dan Madrasah Kamilah. Apa ya? Baca sendiri aja, deh!
• Opening Cerita
Pembuka kalimatnya menarik, dimulai dengan paragraf yang cukup nyaman dibaca.
“Langit kelabu terlihat sendu di balik jendela kamar seorang guru. Rintik hujan membuat kacanya buram. Pandangan dia mengembun dibalut bimbang.”
Das-des! Kalau nggak baca blurb, pembaca akan langsung tahu bahwa ini adalah kisah seorang guru, ditambah jika mengamati cover-nya yang merupakan gambar seorang perempuan berhijab dengan seragam motif khas seorang pengajar.
Satu paragraf pembukanya sudah cukup untuk membuat saya membaca paragraf selanjutnya.
Cerita dimulai dari teka-teki penemuan jasad seorang guru senior di lokasi tempat sang tokoh utama mengabdi. Drea yang baru saja tiba di Madrasah Kamilah harus menghadapi permasalahan sejak kedatangan di kobong, Persada Hilir. Pada awal bab, penceritaan penokohannya sudah baik. Hanya saja, saya merasa bahwa segala informasi pembuka itu terlalu banyak di bab satu, sehingga terkesan dump info.
Meski begitu, bagi saya itu bukan sebuah masalah yang berarti karena itu juga akan membantu pembaca untuk lebih mengenal karakter tokoh-tokoh di dalamnya dengan lebih baik, serta menelaah kisah dengan lebih mudah.
• Ide dan Tema Cerita
Menjadi seorang pengajar dengan fasilitas seadanya dan punya gaji yang pas-pasan adalah salah satu hal yang disorot dalam buku ini. Dapat saya katakana, Benderang Kelam merupakan naskah yang menyajikan sebuah cerita berbalut fakta tentang kehidupan guru yang tidak selalu menyenangkan, apalagi jika berkaitan dengan perkara finansial.
Agaknya, jika mau dibandingkan, pilihan untuk menjadi seorang guru jelas akan terasa gap-nya jika dibandingkan dengan pengusaha dari segi pendapatan harian atau bulanan. Meski demikian, penulis bisa menyampaikan ide ini dengan baik tanpa tendensi menyinggung pihak-pihak yang terkait.
• Catatan untuk Penulis
Tak ada gading yang tak retak, begitu pula dengan naskah Benderang Kelam. Saya menemukan beberapa hal yang mungkin bisa dijadikan catatan untuk penulis selanjutnya.
Pada halaman 4
“Namun, Drea yakin, semua orang yang mengenal Pak Hilman semasa hidupnya, pasti menyimpan simpati kepada wanita malang yang berubah pikiran setelah gagal menikahi kekasihnya itu.”
Menurut saya, penggunaan kata “berubah pikiran” pada paragraf tersebut kurang tepat, karena penggambaran kata itu bisa bermakna plin-plan dan tidak teguh berpendapat. Padahal, maksud dari uraian itu adalah “perempuan yang kehilangan akal” atau “kurang waras” jika ditilik dari beberapa lanjaran-lanjaran sebelumnya.
Masih ada penggunaan kata yang kurang tepat seperti penggunaan kata “mendengus” pada tokoh-tokohnya. Sependek pemahaman saya, kata “mendengus” ditujukan untuk binatang, sedangkan untuk manusia, penggunaan yang tepat adalah “mendengkus”. CMIIW.
Masih juga terdapat beberapa penggunaan kata “namun” pada tengah kalimat. Padahal, kata ganti “tapi, tetapi” bisa digunakan. Kata “namun” ditujukan untuk pembuka kalimat, yang fungsinya bertentangan dengan kalimat sebelumnya.
Beberapa kesalahan typo juga ada, seperti kata “di dekati” di halaman 70 dan “di infus” pada halaman 155. Kata tersebut seharusnya disambung, bukan dipisah, karena merupakan kata kerja pasif.
Saya juga menemukan penulisan dialog tag yang masih menggunakan kapital. Penulisan dialog tag, seharusnya menggunakan huruf kecil saja. Kesalahan ini ada pada halaman 70.
Ada beberapa kata tak baku seperti “ijin”>> izin, dan “respon”>>respons. Meski begitu, kesalahan tipis-tipis ini masih bisa diperbaiki untuk naskah selanjutnya.
• Penilaian Pribadi untuk Benderang Kelam
Untuk sebuah karya perdana, penulisan Lif Kalami dalam naskah Benderang Kelam sudah rapi. Hanya kurang sempurna pada beberapa bagian yang telah saya ulas sebelumnya. Naskah ini juga mencakup semua unsur penceritaan dalam novel, sebagaimana yang saya pelajari dan saya terapkan pada novel-novel saya. Konfliknya dapat, klimaksnya ada, plot twist-nya oke.
Hanya saja agak terasa berbelit-belit pada 10 bab pertama, tapi mulai terasa seru pada pertengahan cerita. Klaim sebagai naskah thriller romance dalam naskah ini, saya merasa kurang mewakili ceritanya.
Ketegangan yang disajikan belum benar-benar dapat dinikmati sebagai novel thriller, apalagi romansa. Porsi romance dalam cerita ini hampir tak terlihat kecuali di akhir naskahnya. Meski begitu, cara penulis dalam membuat konflik, pertautan satu tokoh dan tokoh lainnya, karakter yang mewakili masing-masing tokoh, hingga konklusinya sudah cukup baik.
Unsur teka-teki dalam cerita ini memang ada, tetapi bukan bagian yang mendominasi cerita secara menyeluruh. Sebenarnya, penulis sudah cukup baik dalam melakukan pacing cerita, sehingga pembaca tak melulu dibuat tegang atau geram dengan situasi-situasi yang tak menyamankan dalam cerita. Saya bahkan beberapa kali tertawa, amarga Lif Kalami bisa menyelipkan humor-humor ringan di dalamnya.
Penulis cukup mahir memainkan kata, sehingga pembaca juga dimanjakan dengan deretan kosakata yang “penuh” tapi nggak lebai. Pas. Gayanya ini hampir sama dengan tulisan-tulisan saya, setipe. Hehehe.
Eksekusi ending juga terlihat manis. Semua permasalahan dan dilema yang dihadirkan sepanjang cerita pun mendapatkan muaranya masing-masing. Ending yang selesai adalah ujung yang sangat logis untuk menutup cerita ini.
Saya memberi nilai 7,6 dari 10 untuk Benderang Kelam.
• Kutipan Menarik dari Benderang Kelam
Menulis adalah salah satu upaya untuk menyampaikan kritik secara tersirat dan tersurat. Hal itu juga saya dapati dalam buku satu ini. Ada beberapa kutipan percakapan yang menyentil, bahkan membuat saya mengangguk setuju, juga tertawa getir karenanya. Apa aja, sih?
Pada halaman 14-15:
Tidak mudah menembus institusi bernama sekolah. Beberapa kali Drea melamar ke sana kemari, hasilnya nihil. Nilai sempurna di ijazah seakan tidak berharga. Tenaga dalam Drea berupa niat dan semangat, rupanya dikalahkan oleh tenaga orang dalam.
Pada halaman 38:
“Bersikap baik, dibilang sok suci. Bersikap benar, dibilang sok pahlawan. Bersikap profesional, dibilang cari muka. Harusnya bagaimana?” Tidak disangka, pekerjaan yang dicita-citakannya ini menjerat Drea dalam pusara dilema.
Pada halaman 91:
“Pahlawan adalah orang yang beraksi membela kebenaran, bukan memakai pembenaran untuk melakukan kejahatan.”
Pada halaman 104, terdapat kontemplasi dari pandangan Drea sebagai seorang guru.
Mungkin mereka memang pahlawan tanpa tanda jasa. Namun, sepertinya mereka lebih butuh kesejahteraan dibandingkan sebuah gelar kehormatan yang tak lebih dari sebuah slogan. Mungkin mereka memang ikhlas beramal. Namun, ikhlas itu bukan berarti mereka pantas untuk tidak digaji berbulan-bulan.
Pada halaman 132:
“Cita-cita mulia pendidikan, mencetak generasi yang berakhlak mulia, dapatkah dimulai dari sebuah lembaga yang penuh dengan kecurangan? Mengapa di dunia yang seharusnya menyajikan Cahaya terang justru mendekam kelam yang benderang?”
Dari kutipan ini, saya jadi paham mengapa judul yang dipilih penulis adalah Benderang Kelam. Ada sebuah paradoks yang hendak di suarakan dari sana.
• Penutup Ulasan
Untuk menutup ulasan ini, saya jadi teringat lagu Hymne Guru yang kerap dinyanyikan di Hari Guru tiba.
Terpujilah wahai engkau ibu bapak guru
Namamu akan selalu hidup dalam sanubariku
Semua baktimu akan kuukir di dalam hatiku
S'bagai prasasti t'rima kasihku 'tuk pengabdianmu
Engkau sebagai pelita dalam kegelapan
Engkau laksana embun penyejuk dalam kehausan
Engkau patriot pahlawan bangsa
Pembangun insan cendekia
Naskah Benderang Kelam agaknya dapat dikatakan sebagai “curhat terselubung” yang berhasil dilakukan Lif Kalami. Maka, dari cerita ini, saya jadi lebih yakin bahwa menulis adalah sebuah obat bagi siapa saja. Tujuan penulis untuk melakukan hal-hal baik agar segala masalah di dunia pendidikan dapat lebih benderang seperti lagu Hymne Guru di atas, bagi saya sudah baik.
Gimana memulai untuk menulis? Tulislah sesuatu yang dekat denganmu. Tulislah hal-hal yang meresahkan hatimu. Tulislah semua elemen yang bisa membuat pembaca punya perspektif baru setelah membaca karyamu. Itulah yang penulis lakukan dalam naskah satu ini.
Good job, Lif Kalami! You did it!
#9ThLovRinzGrowthtobeGreat #menulisselagimuda #ChallengeFotoBukuLovRinz
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
silakan komentar.... komentar dengan sopan... :D