Halo teman-teman, terima kasih sudah mampir ke sini ya. Saya mau review naskah novel lagi, nih. Kali ini dari teman satu literasi di Parade Kupa5 LovRinz yakni buku Perfect Siblings. Check this out!
• Identitas Buku
Judul:Perfect Siblings (Everyone
has own definition of perfect)
Penulis: Yunita
Chearrish
Penerbit: LovRinz Publishing
Tahun Terbit: 2021
Tebal buku: 175
halaman
ISBN:
978-623-5598-01-7
• Sinopsis Ringkas
Untuk bagian sinopsis
ringkas, saya tuliskan ulang blurb pada halaman belakangnya, ya.
“ ‘Perfect Siblings’
adalah julukan untuk Jessie Mayline dan Judy Meline yang sempurna dengan
caranya masing-masing.Jessie selalu menarik perhatian karena penampilan luarnya
dan sifat anggunnya, sedangkan Judy memiliki otak jenius hingga bisa mengikuti
program akselerasi.
Lantas, bagaimana
jika mereka dipertemukan dengan pribadi yang berbanding terbalik dengan pesona
keduanya?
Adapun Tomari Shinou
dengan prestasi terendah, juga Genta Harvey si gemuk yang sering dibuli. Siapa
sangka masing-masing sudah merapal nama untuk diabadikan dalam hati.
Kalimat ‘everyone
has own definition of perfect’ sungguh
mewakilkan para tokoh di dalamnya.”
Berdasarkan dari
blurb-nya, sudah terbayang ya, jalannya cerita akan menyoroti 4 tokoh utamanya.
Semuanya punya keunikan dan ciri khas masing-masing yang dideskripsikan dengan
baik oleh penulis.
• Opening Cerita
Opening
cerita dibuat dengan menggunakan tanda tanya, serta menggunakan POV 2 dalam narasinya:“Jika
mendengar tentang murid pindahan, apa tanggapanmu?”
Menurut saya, pembuka
kalimat novel dengan gaya seperti itu kurang efektif digunakan. Memang, saya
paham bahwa tujuan penulis menggunakan kata “kamu” yakni memancing pembaca
untuk ikut terlibat di dalam cerita, tapi di sisi lain, justru menjadi sebuah
ambiguitas dalam POV, apalagi, subjek “kamu” aka pembaca, tidak lagi digunakan
pada kelanjutan ceritanya.
Then,
pada bab 1 perkenalan tokoh juga cukup baik, tidak dump info, karena
penjelasan tentang karakter tokoh cukup mengalir pada gerakan tokoh, gestur,
dan cara para tokohnya berinteraksi.
• Ide dan Tema Novel
Ide dan tema cerita
yang diambil masih sangat umum. Keumuman ini justru menjadi satu hal yang
realistis karena para pembaca bisa merasakan relate pada ceritanya.
Tentang anggapan cantik dan ganteng secara global, tentang definisi sempurna
pada diri seseorang, dan tentang cinta yang tulus.
Dengan ide yang
sangat dekat dengan pembaca, tentu naskah ini lebih mudah untuk diterima semua
kalangan, termasuk anak-anak. Saya boleh katakan, bahwa novel ini bisa dibaca
mulai usia 10+. Tidak ada bahasa yang terlalu mendayu-dayu, sehingga akan lebih
mudah dipahami. Tidak ada adegan yang vulgar, sehingga aman untuk dibaca semua
pihak.
• Catatan untuk
Penulis
Secara teknis, saya
merasa bahwa penulis sudah memiliki jam terbang yang cukup baik dalam menulis.
Namun, tentu saja ada beberapa kekurangan yang saya temukan di dalam naskah ini,
sesuai dengan pengalaman dan pemahaman saya selama ini. Apa aja ya?
Pada halaman 11 : Bel
istirahat yang selalu dinanti akhirnya tiba.
Kalimat tersebut
menurut saya kurang lengkap secara tatanan S-P-O-K karena tidak ada subjek di
dalamnya. Padahal, kalimat itu adalah pembuka paragraf. Maka, ada baiknya kalau
Subjek tertulis dengan jelas, meski pada kalimat selanjutnya dijabarkan bahwa
“para murid” yang menantikan bel tersebut.
Jika tak ada
penjelasannya, maka kalimat tersebut menjadi kurang berterima karena
menimbulkan pertanyaan : siapa yang menunggu bel istirahat? Apakah semua warga
sekolah menanti jam istirahat? Siswa saja yang menanti bel istirahat, atau para
guru juga menantinya?
Pada halaman 11 juga
terdapat kalimat yang ambigu secara penyampaian: Bukannya sombong, hanya
saja tidak ada yang bisa beradaptasi dengan kebiasaannya mengingat hampir
mustahil menemukan teman yang bisa melewatkan jam istirahat tanpa makan
sesuatu.
Penerimaan saya saat pertama
kali membaca kalimat tersebut: si tokoh punya keterampilan mengingat yang baik.
Setelah saya baca
ulang, kalimat tersebut terasa punya makna lain jika ditambah tanda koma
sebagai jeda : Bukannya sombong, hanya saja tidak ada yang bisa beradaptasi
dengan kebiasaannya(,) mengingat hampir mustahil menemukan teman yang bisa
melewatkan jam istirahat tanpa makan
sesuatu.
Maknanya, orang-orang
tidak bisa berteman dengan tokoh karena dia jarang ke kantin, padahal waktu
istirahat adalah waktu yang sayang untuk dilewatkan dalam mengisi perut.
Belakangan, saya paham
bahwa maksud kalimat tersebut adalah tentang kemampuan mengingat tokoh Judy
yang lebih baik dibanding kakaknya.
Saran perbaikan agar
tidak ambigu: Bukannya sombong, hanya saja tidak ada (seorang pun) yang bisa
beradaptasi dengan kebiasaannya (dalam) mengingat(sesuatu/ hal random) (secara
tiba-tiba), (sehingga) hampir mustahil menemukan teman yang bisa melewatkan jam
istirahat tanpa makan sesuatu.
Saya melihat masih
ada beberapa kata tidak baku seperti “mempesona”>> memesona, “nampak”>>
tampak, dan “frustasi”>> frustrasi.
Selanjutnya, masih
banyak terdapat kata-kata yang terlampau panjang, tidak diiringi konjungsi yang
tepat, sehingga saya pribadi merasa ‘ngos-ngosan’ saat membacanya. Jika dimaksudkan untuk mempercepat tempo
cerita, tentu akan sangat dimaklumi, tapi saya rasa bahwa kalimat panjang dalam
naskah ini masih bisa dijadikan satu paragraf utuh, dengan memotongnya dalam
beberapa kalimat.
Saya ambilkan tiga
contoh kalimatnya, nih.
Halaman 30.
‘Satu per satu mulai
maju ke depan untuk menulis nama sendiri di bawah nama ketua kelompok sesuai
urutan bangku selagi Jessie dihantui perasaan bimbang karena bingung harus
memilih siapa.’
Ada 3 kalimat
bertingkat di sana, sehingga membuat kalimat ini terasa begitu panjang dan
tidak berjeda.
Saran perbaikan: Satu
per satu penghuni kelas mulai maju untuk menulis nama masing-masing di bawah
nama ketua kelompok sesuai urutan bangku. Sementara itu, Jessie yang duduk di
bangku tengah merasa dihantui perasaan bimbang karena bingung memilih ketua
kelompok yang akan belajar bersamanya.
Halaman88.
‘Tomari segera
menarik Genta ke sisinya sementara Judy merebut buku catatan yang dipegang
Billy dengan tenaga yang tidak perlu, sehingga untuk sesaat cowok itu sempat
terhuyung.’
KembaIi, ada 3
kalimat bertingkat di sana yang bisa dipecah menjadi beberapa kalimat pendek
yang lebih “penuh”.
Saran perbaikan: Tomari
segera menarik Genta ke sisinya, sementara Judy merebut buku catatan yang
dipegang Billy dengan cepat dan tanpa aba-aba. Tindakan gadis itu jelas membuat
Billy kaget, sehingga untuk sesaat, cowok itu sempat terhuyung.
Halaman 103.
“Dikarenakan Genta
sudah berada di tahun terakhir di sekolah, keaktifannya sebagai anggota OSIS
telah berkurang dibanding sebelumnya, terkecuali Rinto meminta bantuannya
secara khusus, seperti hari ini, yaitu demi kepentingan acara pentas seni atau
yang disingkat pensi.”
Saran perbaikan:
“Genta yang telah memasuki tahun terakhir di sekolah, tentu saja harus
mengurangi keaktifannya sebagai anggota OSIS. Ia akan turut membantu bila Rinto
memintanya secara khusus seperti hari ini, demi lancarnya acara pentas seni
atau pensi.”
Hal yang saya pahami,
untuk paragraf awal dalam cerita,usahakan menggunakan kata kerja aktif pada
kalimat pertamanya, bukan kata kerja pasif, meski secara teknikal tidak salah.
Baru nanti kalimat ke dua dan seterusnya, gaya bercerita bisa disesuaikan.
• Pesan dan Value
yang Menarik dari PerfectSiblings
Terlepas dari semua
catatan untuk penulis yang telah saya bahas sebelumnya, novel PerfectSiblings
termasuk salah satu buku yang bisa kamu koleksi di rumah. Ada banyak hal
positif yang bisa diambil pembaca ketika dihadapkan dengan realitas tentang
kesempurnaan dalam diri seseorang.
Selain itu, banyak
pesan tersurat dan tersirat dalam novel satu ini. Saya kutipkan beberapa poin,
ya.
Halaman 74.
“Nggak ada yang
sempurna di dunia ini termasuk kepintaran karena sifatnya berkesinambungan.
Artinya harus diasah sesuai perkembangan zaman.”
Halaman 94, terdapat
kalimat bijak Rinto yang seolah-olah menyemangati anaknya, padahal sebenarnya
hanya ocehan bercanda. Meski begitu, pesannya sampai dengan baik.
“Masa depanmu masih
jauh, Nak. Bapak akan selalu mendukungmu. Yang penting jangan terlalu paksakan
diri, ya. Karena yang namanya kemampuan itu ada batasnya. Kamu tidak bisa
memaksakan sesuatu yang tidak bisa kamu capai. Ingat itu, Nak.”
Halaman 105.
‘Keberanian akan
tumbuh seiring bertambahnya rasa percaya diri.’
Halaman 134.Tomari
membalikkan kata-kata Judy yang diucapkannya sendiri.
“Tiap orang pasti
punya rahasia yang nggak berani diceritakan ke orang lain. Asalkan tidak
merugikan dan mengganggu orang lain, menurut gue semua orang berhakpunya
rahasia.”
Untuk pesan
tersiratnya, saya bisa menangkap seperti ini dalam sepanjang cerita.
1.
Berusahalah jujur pada
perasaanmu sendiri. Senang, sedih, dan rentetanemosi yang terjadi pada manusia
itu harus diekspresikan. Jangan dipendam, nanti malah jadi penyakit.Hehehe.
2. Kesempurnaan
itu milik semua orang. Cara melihatnya yakni dengan penerimaan diri,
kepercayaan diri, dan keberanian.
3.
Kadang, perasaan khawatir
dan gelisah bisa mendominasi seseorang dalam titik tertentu. Namun, sejatinya
perasaan seperti itu akan lebih mudah dikendalikan dengan mengubah sudut
pandang dan menempatkan mindset positif yang dilatih terus-menerus.
• Penilaian Subjektif
untuk Novel PerfectSiblings
Melihat dalam
keseluruhan pembangunan plot, saya merasa bahwa penulis sudah cukup baik dalam showing
dan telling dalam bercerita. Karena keseimbangan teknik itu, penulis
mampu menggiring pembaca untuk bisa membayangkan visual nyata adegan per adegan
yang dijelaskan. Hanya saja, terkadang proses telling yang disampaikan
terlalu detail, sehingga terkesan terlalu dipaksakan.
Buat saya pribadi,
saya menikmati cara penulis bercerita, karena pilihan diksi yang digunakan pun variatif,
sehingga tidak monoton saat dibaca.Bahkan ada twist yang terjadi, tapi saya
gagal mengenalinya pada awal cerita. Saya ini tipe pembaca yang biasanya akan
mencari-cari peluang twist yang akan disajikan selama membaca. Namun, karena
terlalu asik menikmati ceritanya, twist yang disajikan jadi terasa
‘boom’ padahal bukan sesuatu yang menghentak banget. Apa tuh? Baca sendiri, ya!
Celetukan dan
permisalan yang ditulis dalam menghadapi semua situasi juga mengandung humor
tipis-tipis, sehingga pembaca bisa tertawa karenanya. Saya merasakan itu dalam
beberapa part cerita di dalamnya.
Saya suka pemilihan
nama tokoh yang benar-benar dipikirkan penulis: Judy Meline, Jessy Mayline, Genta
Harvey, TomariShinou, John Piter (guru), dan teman-teman pembuli Genta yang
punya nama tak biasa, Billy Lauren Febrian, Jason Effendy, dan Alvino Surya
Purnama. Nanti aku comot buat nama anakku selanjutnya, boleh, kali, ya? Hehehe.
Hal lain yang
menarik, penulis menggunakan POV 3 terbatas, bukan POV 3 serba tahu. Penulis
menyampaikan narasi-narasi terkait kemungkinan perasaan tokoh yang tidak
diketahui narator sebagai pencerita. Hal ini membuat para pembaca jadi
menebak-nebak reaksi tokoh selanjutnya.
Meski terkadang,
pemilihan POV ini berdampak pada teknik penceritaannya, saya merasa bahwa
penulis berusaha dengan baik untuk membuat pembaca bisa merasakan emosi-emosi
tokoh di dalamnya. Penulis bisa menyajikan karakter yang berbeda pada tiap
tokohnya, sehingga pembaca pun dapat mengidentifikasi tokoh berdasarkan caranya
berpendapat, caranya menghadapi masalah, serta cara mereka bertanggung jawab
dalam menyelesaikan masalah.
Ending yang disajikan
masuk kategori close ending,
sehingga pembaca pun merasa “selesai” ketika menutup novel ini pada halaman
terakhir. Novel ini cocok buat healing akhir pekan sambil menikmati
camilan dan teh hangat, sebelum memulai aktivitas kembali pada awal minggu.
Saya beri nilai 7,7/10
untuk novel Perfect Siblings.
•Closing Statement from me
Menulis adalah cara
bicara yang tidak langsung, tetapi punya dampak baik untuk para pembacanya. Hal
ini juga jadi cara bagi penulis untuk mengeluarkan pendapat, keresahan, dan
hal-hal yang menggaung dalam pikiran. Ada satu quote yang saya rasa bisa
melengkapi novel ini karena cukup relate.
“Cinta tumbuh bukan
karena menemukan orang yang sempurna, melainkan kemampuan menerima
kelemahan-kelemahan orang itu secara sempurna.” (Kahlil Gibran)
The last but not least,
meski bukan pemenang di Parade, tapi naskah Perfect Siblings menjadi pemenang di
hati para fansnya. Terbukti dari sematan logo Best Seller di bukunya. Ini jadi
sebuah poin plus tersendiri untuk Yunita Chearrish sebagai penulisnya yang tak
lelah branding, sehingga buku ini punya penjualan di atas rata-rata.
Good job for your goodbook,
Kak Yunita!!
#9ThLovRinzGrowthtobeGreat
#menulisselagimuda #ChallengeFotoBukuLovRinz